Pomalaa Terendam Lumpur: Industri Nikel Biang Krisis Ekologis
2 min read
Pomalaa Terendam Lumpur: Industri Nikel Biang Krisis Ekologis
Kolaka, suarapinggiran.com –
Banjir lumpur kembali menyapu dua desa di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara — tepatnya di Desa Oko-Oko dan Desa Lamedai. Peristiwa ini bukan hanya kebetulan alam: menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tenggara, banjir ini adalah buah dari kegagalan pengendalian lingkungan oleh industri nikel besar.
Direktur Eksekutif WALHI Sultra, Andi Rahman, dengan tegas menyatakan bahwa aktivitas pembukaan lahan secara masif yang dilakukan oleh PT Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP) dan PT Vale Indonesia Tbk telah menciptakan kondisi yang disebutnya “krisis ekologis serius”.

Ia menuturkan bahwa ratusan hektar lahan mengalami sedimentasi, sungai menjadi lumpur merah, dan aktivitas perusahaan berjalan tanpa pengendalian yang memadai — meski sudah memiliki izin lingkungan.
Menurut pengamatan WALHI Sultra:
* Kehilangan tutupan hutan yang luas beriringan dengan pembukaan kawasan industri nikel di Pomalaa, sehingga mengubah pola aliran dan daya tampung sungai.
* Sedimentasi dari hulu sungai menumpuk, sehingga saat hujan sungai meluap dan membawa lumpur ke areal persawahan dan rumah warga.
* Aktivitas IPIP dan Vale dianggap tidak menjalankan banyak kewajiban dalam izin lingkungan mereka — yaitu pengelolaan limbah, pengendalian sedimentasi, dan perlindungan aliran sungai.

Dampak yang dirasakan warga sangat nyata: air sungai berubah menjadi lumpur merah, lahan pertanian rusak, sumber air bersih terancam tercemar — semua ini, tegas Andi Rahman, adalah pelanggaran terhadap hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat seperti dijamin konstitusi.
“Wilayah Pomalaa sedang berada di ambang krisis ekologis. Setiap hujan datang, masyarakat harus bersiap menghadapi banjir lumpur akibat kelalaian perusahaan. IPIP dan Vale tidak menghormati izin lingkungan mereka dan telah mengabaikan keselamatan rakyat,” tegasnya.
WALHI Sultra tidak tinggal diam: mereka mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera menghentikan seluruh kegiatan pembangunan industri oleh IPIP dan Vale di Pomalaa — karena menurut mereka, pemerintah tidak boleh membiarkan warga terus menderita akibat aktivitas perusahaan yang berjalan tanpa tanggung jawab lingkungan(*)
Laporan: Redaksi

