Analisis Kebijakan Publik : Pertemuan Nalar Publik, Nalar Konstitusi, dan Nalar Teknorat
4 min read
Analisis Kebijakan Publik : Pertemuan Nalar Publik, Nalar Konstitusi, dan Nalar Teknorat
Kebijakan publik tidak pernah lahir di ruang hampa. Ia selalu merupakan hasil pertemuan antara nalar publik (public reasoning), nalar konstitusi (constitutional reasoning), dan nalar teknorat (technocratic reasoning).
Ketiganya saling memengaruhi dan menentukan kualitas arah kebijakan, apakah kebijakan itu adil, demokratis, serta efektif secara teknis.
Dalam konteks Indonesia, terutama pada era meta-AI dan transformasi digital, sinergi ketiga nalar ini menjadi semakin penting agar kebijakan tidak hanya rasional secara teknis, tetapi juga berakar pada nilai-nilai konstitusional dan diterima di ruang publik.
Nalar Publik
Suara Masyarakat yang Rasionalitas implementasi Nalar publik yang berpikir dan yang berpijak pada kepentingan bersama, dialog sosial, dan nilai keadilan sosial.
Ia menuntut partisipasi masyarakat, transparansi pemerintah, dan kebijakan yang mampu dipertanggungjawabkan secara moral di hadapan publik.
Dalam praktik kebijakan publik, nalar publik menekankan:
Keterlibatan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan (partisipasi deliberatif).
Keterbukaan data dan akses informasi publik.
Keadilan sosial dan inklusivitas dalam kebijakan (tidak bias kelompok).
Contoh aktual: penyusunan kebijakan pembangunan asrama mahasiswa dan bantuan biaya pendidikan yang melibatkan komunitas Dosen, mahasiswa, dan masyarakat sipil agar menghasilkan kebijakan yang relevan dengan kebutuhan riil mahasiswa.
Nalar Konstitusi
Landasan Nilai dan Batas Kekuasaan sebagai acuan Nalar konstitusi yang berfungsi sebagai pengawasan normatif bagi seluruh kebijakan.
Ia memastikan bahwa keputusan publik tidak melanggar prinsip dasar Negara yakni kedaulatan rakyat, hak asasi manusia, keadilan sosial, dan supremasi hukum.
Dalam melaksanakan kebijakan publik, nalar konstitusi berperan untuk :
Menjaga agar setiap kebijakan selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Melindungi hak-hak warga dari potensi penyalahgunaan teknologi atau kekuasaan.
Menjadi dasar legitimasi moral dan hukum bagi tindakan pemerintah.
Contoh konkret: kebijakan pembangunan asrama mahasiswa dan bantuan biaya pendidikan yang bertujuan investasi SDM, kebijakan publik harus tunduk pada prinsip privasi, keadilan, dan non-diskriminasi sebagaimana diatur oleh konstitusi dan undang-undang dasar.
Nalar Teknorat
Efisiensi, Data, dan Rasionalitas Ilmiah cara berpikir Nalar teknorat yang muncul dari tradisi administrasi modern yang menekankan efisiensi, rasionalitas, dan bukti empiris (evidence-based policy).
Dalam praktiknya, ia menempatkan para ahli, analis data, dan birokrat profesional sebagai aktor kunci dalam merancang kebijakan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ciri nalar teknorat:
Menggunakan data, riset, dan model analitik dalam perumusan kebijakan.
Berorientasi pada hasil (outcome-based governance).
Mendorong digitalisasi dan otomasi untuk meningkatkan kinerja birokrasi.
Contoh: pengganggaran pembangunan asrama mahasiswa dan bantuan biaya pendidkan dan kesehatan. Namun, jika nalar teknorat berdiri sendiri tanpa kontrol publik dan nilai konstitusi, kebijakan bisa menjadi dingin, elitis, dan berjarak dengan masyarakat.
Dialektika dan Ketegangan ketiga nalar
Ketiga nalar ini yaitu teknorat, konstitusi dan publik sering kali tidak sejalan jika :
Nalar teknorat cenderung menekankan efisiensi dan hasil cepat. Nalar konstitusi mengingatkan pada batas nilai dan hukum.
Nalar publik menuntut ruang partisipasi dan keadilan sosial. Namun Ketegangan ini justru dapat menjadi sehat disebabkan menjaga kebijakan agar tidak ekstrem pada satu sisi misalkan yang terjadi :
Jika hanya teknokratik hasilnya kebijakan jadi elitis.
Jika hanya publik hasilnya bisa populis tanpa dasar ilmiah. Jika hanya konstitusional hasilnya bisa stagnan tanpa inovasi. Olehnya itu Keseimbangan ketiga nalar dapat menghasilkan kebijakan yang berilmu, beretika, dan berpihak kepada rakyat.
Untuk itu Dalam menghadapi tranformasi digital diera Meta AI, keseimbangan tiga nalar menjadi sangat krusial sehingga yang harus dilakukan adalah Nalar teknorat memastikan kebijakan digital efisien dan aman yang Berbasis data.
Nalar konstitusi memastikan etika, hak privasi, dan keadilan digital yang Berlandaskan nilai konstitusi.
Nalar publik memastikan adopsi teknologi tidak menyingkirkan masyarakat lemah, tetapi justru memberdayakan mereka yang diterima masyarakat (publik).
Kebijakan literasi digital, keamanan siber, dan tata kelola data akan berhasil jika Kebijakan publik di era modern bukan sekadar produk administratif, tetapi hasil dialog tiga nalar: publik, konstitusi, dan teknorat. Ketiganya harus berjalan beriringan agar kebijakan tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga adil secara sosial dan bermartabat secara konstitusional.
“Kebijakan yang baik bukan hanya yang efektif, tetapi juga yang etis dan dapat diterima akal sehat.” Mengapa kita perlu memahami pentingnya mengubah perspektif kebijakan publik? disebabkan Sebagian besar yang di buat baru pada jenjang ‘kebijakan politik’ dan ‘kebijakan pemerintah’, belum sepenuhnya pelibatan kebijakan publik seharusnya. Sehingga Banyak media dan forum terjebak pada perdebatan lingkaran setan tanpa ujung yang semestinya itu tidak terjadi lagi di masa kini.,
Tantangan terbesar hari ini bukan hanya melawan kebohongan, tetapi membangun kembali kapasitas nalar publik. Kita membutuhkan ekosistem pengetahuan yang sehat, yang tidak hanya menyajikan informasi, tetapi juga mengajarkan cara berpikir. Pendidikan kritis, literasi digital, dan etika informasi harus menjadi agenda utama negara dan masyarakat sipil. Tanpa itu, kita akan terus tenggelam dalam limbah informasi, dan nalar publik akan menjadi korban yang tak pernah diselamatkan.
Dengan keseimbangan tiga nalar ini, Sulawesi Tenggara dapat melangkah menuju tata kelola pemerintahan yang cerdas, manusiawi, dan beradab di tengah gelombang transformasi digital revolusi AI.
Kendari 11 oktober 2025
Penulis adalah Analisis Kebijakan Ahli Madya Prov Sulawesi Tenggara Adi Yusuf Tamburaka