LESTARI BUDAYA

Desember 15, 2025

SUARA AKAR RUMPUT

Dana Perkebunan Rp1,19 Miliar Diduga Bermasalah, F-KPK Soroti Peran Kontraktor dan Lemahnya Pengawasan di Koltim

2 min read

Dana Perkebunan Rp1,19 Miliar Diduga Bermasalah, F-KPK Soroti Peran Kontraktor dan Lemahnya Pengawasan di Kolaka Timur

Kolaka Timur, suarapinggiran.com – Tim Investigasi Forum Komunikasi Pemberantasan Korupsi (F-KPK) menemukan indikasi serius ketidakwajaran dalam pelaksanaan dua paket proyek pada Dinas Perkebunan dan Hortikultura Kabupaten Kolaka Timur Tahun Anggaran 2024. Hasil kajian dokumen dan pemeriksaan teknis mengungkap kekurangan volume pekerjaan dengan nilai mencapai Rp1.193.418.527,00.

F-KPK melalui Tim Investigasinya, Wiwin Saputra menilai, selain lemahnya pengawasan dari pihak pemerintah daerah, peran kontraktor pelaksana proyek patut menjadi sorotan utama, karena penyedia jasa memiliki kewajiban kontraktual untuk memastikan pekerjaan dilaksanakan sesuai spesifikasi teknis, volume, dan kualitas yang telah disepakati.

“Kontraktor bukan sekadar pelaksana administratif. Mereka bertanggung jawab penuh atas kesesuaian volume dan mutu pekerjaan. Jika terjadi kekurangan volume, maka kontraktor tidak bisa lepas tangan,” tegasnya.

*Kontraktor Diuntungkan, Negara Dirugikan?*

Berdasarkan temuan F-KPK, kekurangan volume pekerjaan menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan yang dibayarkan dengan realisasi fisik di lapangan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan kelebihan pembayaran, yang secara langsung merugikan keuangan daerah apabila tidak segera dipulihkan.

Dalam konteks ini, F-KPK menilai kontraktor memiliki tanggung jawab utama untuk mengembalikan selisih nilai pekerjaan yang tidak dilaksanakan sesuai kontrak.

“Jika pekerjaan tidak sesuai, maka mekanismenya jelas: perbaikan pekerjaan atau pengembalian uang. Tidak ada ruang kompromi,” lanjut Wiwin F-KPK (14/12/2025)

*Pengawasan Pemerintah Lemah, Kontrak Tak Terkendali*

F-KPK juga menyoroti lemahnya fungsi pengendalian kontrak oleh Dinas Perkebunan dan Hortikultura. Tanggung jawab tersebut berada pada Kepala Dinas selaku Pengguna Anggaran (PA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang seharusnya memastikan hasil pekerjaan selesai sebelum dilakukan pembayaran.

Ketika kekurangan volume luput dari pengawasan, maka relasi antara pemerintah dan kontraktor menjadi tidak sehat, dan membuka ruang pembiaran terhadap praktik yang merugikan negara.

*Sektor Rakyat, Tapi Dikerjakan Tidak Profesional*

Proyek perkebunan menyangkut kepentingan langsung petani, mulai dari sarana produksi hingga infrastruktur pendukung. F-KPK menilai, ketidakprofesionalan kontraktor dalam mengerjakan proyek sektor rakyat adalah bentuk pengabaian terhadap kepentingan publik.

“Setiap rupiah di sektor perkebunan adalah harapan petani. Jika kontraktor bekerja tidak sesuai kontrak, yang dirugikan bukan hanya negara, tapi juga rakyat,” tegas F-KPK.

*F-KPK Desak Kontraktor Bertanggung Jawab*

Atas temuan tersebut, F-KPK mendesak:

  • Kontraktor pelaksana untuk mempertanggungjawabkan kekurangan volume pekerjaan
  • Pemerintah daerah untuk menagih pengembalian kelebihan pembayaran atau memerintahkan perbaikan pekerjaan
  • Evaluasi dan blacklist kontraktor yang terbukti tidak profesional
  • Pemeriksaan ulang fisik pekerjaan secara independen dan transparan

*Tidak Berhenti di Publikasi*

F-KPK menegaskan, temuan ini tidak berhenti pada pemberitaan, melainkan akan menjadi dasar advokasi dan pengawasan lanjutan, termasuk mendorong penegakan disiplin kontraktual.

“Kontraktor yang bekerja dengan uang rakyat harus siap diaudit dan dimintai pertanggungjawaban. Ini prinsip dasar tata kelola,” tutup Wiwin.

Hingga berita ini diterbitkan, Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur maupun pihak kontraktor belum memberikan klarifikasi resmi. Publik kini menanti, apakah persoalan ini akan diselesaikan secara terbuka atau kembali berlalu tanpa kepastian. (*)

Laporan : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *