LESTARI BUDAYA

Desember 13, 2025

SUARA AKAR RUMPUT

Di Ruang Perawatan Itu, Seorang Anak Bernama Nasir Alex Menjaga Waktunya Tetap Pelan

2 min read

Di Ruang Perawatan Itu, Seorang Anak Bernama Nasir Alex Menjaga Waktunya Tetap Pelan

Konawe, suarapinggiran.com (Feature) — Di sebuah sudut ruang perawatan RSUD Konawe, seorang pria tampak duduk tenang di samping ranjang pasien. Sesekali ia merapikan selimut, mengecek infus, atau sekadar memastikan ibunya tidur dengan nyaman. Pria itu adalah Nasir Alex, sosok yang biasanya hilir-mudik membawa identitas media sebagai pimpinan InfoSultra.com, namun beberapa hari terakhir memilih menghentikan ritme hidupnya yang cepat.

Bagi banyak orang, Nasir adalah jurnalis yang tak kenal lelah: meliput isu pemerintahan, menyambangi lokasi bencana, hingga menjangkau desa-desa jauh di Sulawesi Tenggara untuk menuliskan realitas di lapangan. Tetapi di RSUD Konawe, ia tampil sebagai dirinya yang paling sunyi: seorang anak yang ingin memastikan ibunya tak merasa sendiri.

Sejak hari pertama sang ibu masuk ruang perawatan, Nasir seperti menjadikan bangsal rumah sakit sebagai rumah keduanya. Ia jarang meninggalkan tempat itu, hanya keluar sebentar untuk mengambil udara segar atau mencari sesuatu yang dibutuhkan ibunya. “Ini waktu yang tidak bisa diulang,” begitu katanya pelan kepada kerabat yang mampir menjenguk.

Kehadirannya yang nyaris tanpa jeda membuat beberapa perawat mengangguk memahami. Mereka tahu, pasien sering pulih lebih cepat bila dikelilingi orang yang dicintainya. “Keluarga yang hadir langsung memberi dampak besar bagi semangat pasien,” ujar salah satu perawat yang bertugas sore itu.

Namun yang menarik, rutinitas redaksi yang biasanya padat tetap berjalan. Dari kursi plastik di pojok ruangan, Nasir kerap mengetik pesan, memeriksa laporan lapangan, atau mengarahkan timnya untuk memastikan pemberitaan tetap mengalir. Ia bekerja dalam hening, tapi tetap hadir penuh untuk ibunya. Dua dunia yang biasanya terpisah — ruang perawatan yang sunyi dan dinamika redaksi yang riuh — kini tumpang tindih dalam satu ruang.

Bagi rekan-rekan jurnalis, apa yang dilakukan Nasir bukan sekadar wujud bakti. Mereka melihatnya sebagai pengingat sederhana: bahwa di balik profesi yang menuntut kecepatan dan ketepatan, tetap ada ruang yang harus disisihkan untuk merawat yang paling berharga.

Di tengah aroma obat-obatan dan suara langkah perawat di lorong, Nasir menghadirkan cerita kemanusiaan yang lembut. Sebuah jeda di antara hiruk-pikuk dunia media yang tak pernah benar-benar berhenti. Dan dari banyak doa yang mengalir, satu harapan utama menggantung di udara: semoga ibunya lekas pulih, dan Nasir dapat kembali membawa senyumnya pulang bersama sang ibu.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *