Hakim Turun Langsung ke Morosi : WALHI Sultra Tunjukkan Luka Lingkungan Akibat Raksasa Industri Nikel
2 min read
Hakim Turun Langsung ke Morosi : WALHI Sultra Tunjukkan Luka Lingkungan Akibat Raksasa Industri Nikel
Morosi, suarapinggiran.com (19 Juni 2025) —
Suasana di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara pagi ini berbeda dari biasanya. Di tengah area tambak yang rusak dan debu industri yang masih mengepul di kejauhan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Unaaha menginjakkan kaki mereka, menyaksikan langsung apa yang selama ini hanya tertulis dalam berkas gugatan: luka menganga di ruang hidup masyarakat akibat aktivitas dua raksasa industri nikel, PT Obsidian Stainless Steel (OSS) dan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI).
Pemeriksaan Setempat (PS) dalam perkara Nomor 28/Pdt.Sus-LH/2024/PN Unh ini menjadi momen penting dalam perjuangan warga Morosi dan WALHI Sulawesi Tenggara yang menggugat dua perusahaan tersebut atas dugaan perusakan lingkungan, pencemaran, serta pelanggaran hak-hak dasar warga.

Bukti Bukan Lagi Sekadar Dokumen
Langkah hakim menapaki tanah tambak yang rusak, menyaksikan air berlumpur, dan mendengar langsung keluhan warga, menjadi saksi bisu betapa derita akibat pembangunan tak terkendali bukanlah narasi kosong.
Direktur Eksekutif WALHI Sultra, Andi Rahman, dengan suara penuh tekanan, menyampaikan:
“Kerusakan tambak ini bukan cerita rekaan. Ini bukti nyata bahwa industri yang katanya membawa kemajuan, justru meninggalkan penderitaan. Warga kehilangan mata pencaharian, menghadapi gangguan kesehatan, dan hidup dalam lingkungan yang tak lagi layak.” tukasnya

Ia menambahkan, aktivitas PLTU Captive dan proses produksi nikel yang terus berlangsung menghasilkan debu pekat, emisi gas buang, dan limbah yang mencemari air serta tanah di sekitar pemukiman dan tambak warga.
Warga Bicara: “Kami yang Hidup di Neraka Industri Ini”
Dalam pemeriksaan tersebut, sejumlah warga yang terdampak hadir langsung dan menyampaikan keluh kesah mereka di hadapan majelis hakim. Seorang petambak tua menunjukkan tambaknya yang dulunya produktif, kini berubah jadi genangan lumpur akibat sedimentasi. Seorang ibu mengeluhkan kulit anaknya yang terus-menerus iritasi. Seorang pemuda menceritakan keluarganya yang harus membeli air bersih karena sumur mereka tak lagi layak konsumsi.
“Kami bukan menolak pembangunan, tapi kami menolak dihancurkan,” kata seorang warga, dengan nada getir.
Momentum Keadilan Ekologis
Pemeriksaan setempat ini menjadi bagian dari proses pembuktian dalam gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh WALHI dan warga terdampak. Mereka menuntut pertanggungjawaban atas:
- Kerusakan lingkungan pesisir dan tambak,
- Pelanggaran hak atas kesehatan,
- Kerugian ekonomi masyarakat akibat pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan.

WALHI Sultra menilai bahwa kasus ini bisa menjadi preseden penting dalam sejarah penegakan hukum lingkungan hidup di Sulawesi Tenggara, dan bahkan secara nasional. Menurut Andi Rahman, jika hakim berani memutus dengan adil dan berpihak pada kebenaran ekologis, maka keputusan ini bisa mengguncang praktik industrialisasi brutal yang kerap mengorbankan rakyat kecil.
“Sudah saatnya industri diaudit secara menyeluruh, dan bukan hanya dilihat dari nilai investasi, tapi juga dari dampaknya terhadap nyawa dan ruang hidup warga,” tegasnya.
Menanti Putusan Bersejarah
Dengan dilaksanakannya pemeriksaan setempat ini, publik kini menanti kelanjutan proses peradilan. Apakah hukum akan berpihak pada kepentingan korporasi besar, atau pada keadilan ekologis dan suara rakyat kecil?
Apa pun hasilnya, hari ini, Morosi mencatat sejarah: warga menyuarakan luka mereka, dan hakim melihatnya dengan mata kepala sendiri.(*)
Laporan : Fidel Muhammad