Juni 30, 2025

SUARA AKAR RUMPUT

Kisran Makati Desak Pengawalan Serius : Konflik Agraria di Konawe Selatan Jangan Dibiarkan Mengambang

2 min read

Kisran Makati Desak Pengawalan Serius : Konflik Agraria di Konawe Selatan Jangan Dibiarkan Mengambang

Konawe Selatan, suarapinggiran.com

Kisran Makati, Direktur Pusat Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PUSPAHAM) menyambut baik keputusan Bupati Konawe Selatan, Irham Kalenggo, S.Sos., M.Si, yang menghentikan sementara seluruh aktivitas PT Marketindo Selaras (PT MS) di wilayahnya. Keputusan ini tertuang dalam Surat Nomor 50081/2741 tertanggal 10 Juni 2025, dan dinilai sebagai langkah awal menuju penyelesaian konflik agraria berkepanjangan.

Direktur PUSPAHAM, Kisran Makati, menyebut keputusan tersebut sebagai bentuk keberpihakan awal pemerintah terhadap masyarakat lokal yang selama ini mempertahankan ruang hidup mereka dari ekspansi perusahaan.

“Ini bukan sekadar reaksi atas insiden kekerasan, tapi isyarat politik yang berpihak pada warga,” ujar Kisran dalam siaran persnya, Kamis (13/6).

Tiga Langkah Pemkab yang Diapresiasi

PUSPAHAM mencatat tiga hal positif dalam langkah Bupati Konawe Selatan:

  1. Respons cepat atas eskalasi konflik di lapangan, menunjukkan kepemimpinan yang hadir di tengah masyarakat.
  2. Pendekatan damai, menghindari tindakan represif yang rawan memperburuk situasi.
  3. Instruksi koordinasi lintas pihak, membuka ruang dialog inklusif antara desa, kecamatan, aparat, dan pihak perusahaan.

Peringatan atas Risiko Konflik yang Belum Selesai

Namun, PUSPAHAM mengingatkan bahwa keputusan ini hanya bersifat sementara dan berpotensi menjadi simbol politik belaka jika tidak disertai langkah lanjutan. Kisran menyoroti sejumlah hal krusial, termasuk dugaan bahwa PT MS tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) maupun Hak Guna Usaha (HGU) yang sah.

“Jangan sampai penghentian ini hanya meredam protes, sementara akar masalahnya tetap dibiarkan,” tegas Kisran.

Ia juga mengungkap sejarah hukum lahan tersebut, yang semula dikuasai PT Sumber Madu Bukari (SMB), lalu berpindah ke PT BMP dan akhirnya ke PT MS—dengan proses pengalihan yang dinilai bermasalah. Perubahan komoditas dari tebu menjadi sawit juga dilakukan tanpa mekanisme sah.

Kisran menyoroti pula strategi perusahaan yang diduga menggunakan warga sebagai tameng sosial, memperkeruh konflik horizontal dan mengaburkan substansi konflik vertikal antara korporasi dan masyarakat.

Lima Tuntutan Utama PUSPAHAM

Agar konflik agraria di Konawe Selatan benar-benar dituntaskan, PUSPAHAM menekankan lima poin penting:

  1. Audit legalitas atas semua izin dan status penguasaan lahan PT MS.
  2. Pemulihan hak warga terdampak, baik fisik maupun struktural.
  3. Transparansi verifikasi lahan yang melibatkan warga, pemerintah desa, dan organisasi masyarakat sipil.
  4. Penegakan hukum terhadap operasi perusahaan tanpa izin.
  5. Reformasi tata kelola agraria, termasuk evaluasi semua izin perkebunan yang pernah diterbitkan.

Dorongan Pembentukan Tim Independen

PUSPAHAM juga merekomendasikan tiga langkah strategis ke depan:

  • Pembentukan Tim Terpadu Penyelesaian Konflik Agraria yang independen dan inklusif.
  • Pendokumentasian sejarah konflik secara sistematis sebagai dasar hukum dan kebijakan publik.
  • Pemantauan partisipatif yang melibatkan warga dan organisasi sipil secara aktif.

“Kasus PT MS bukan sekadar sengketa lahan,” pungkas Kisran. “Ini ujian keberpihakan: pada masyarakat yang menjaga tanahnya, atau pada korporasi yang beroperasi di atas pelanggaran hukum.”

PUSPAHAM menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses ini demi terwujudnya keadilan agraria yang menyeluruh dan bermartabat di Konawe Selatan.(*)

Laporan : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *