Masyarakat Adat Mekongga, MAT dan PoskoHAM Desak PT Vale Penuhi Kuota Tenaga Kerja Lokal dan Transparansi
2 min read
Masyarakat Adat Mekongga, MAT dan PoskoHAM Desak PT Vale Penuhi Kuota Tenaga Kerja Lokal dan Transparansi Proyek
Kolaka, suarapinggiran.com (4 September 2025) —
Gerakan Masyarakat Adat Mekongga yang terdiri dari Majelis Kerajaan Mekongga, Dewan Adat Mekongga, serta Ormas Tamalaki menyampaikan tuntutan resmi kepada PT Vale Indonesia dan seluruh perusahaan mitra kerja nasional di site Pomalaa. Tuntutan ini menyoroti persoalan tenaga kerja lokal dan kemitraan dengan pengusaha daerah.
Dalam pernyataannya, Jenderal Lapangan Sudarma menegaskan bahwa perusahaan tambang nikel raksasa tersebut harus mematuhi regulasi daerah, termasuk Perda Kolaka Nomor 19 Tahun 2022 tentang Pemberdayaan Tenaga Kerja Lokal dan Perbup Kolaka Nomor 56 Tahun 2023 tentang Perluasan Kesempatan Kerja.
Tuntutan Tenaga Kerja Lokal
Masyarakat Adat Mekongga menuntut PT Vale membuka data rekrutmen tenaga kerja secara transparan. Mereka mendesak agar 70 persen tenaga kerja berasal dari Kabupaten Kolaka dan 30 persen dari luar daerah. Selain itu, Vale diminta memberikan kuota khusus bagi putra-putri pribumi Mekongga untuk menduduki posisi strategis, termasuk di bidang HR, CSR, dan procurement.
“Proses rekrutmen harus melibatkan perwakilan masyarakat adat, dan sementara dihentikan sebelum ada kejelasan data sesuai regulasi,” tegas Sudarma.
Tuntutan untuk Pengusaha Lokal
Selain soal tenaga kerja, tuntutan juga diarahkan pada kemitraan bisnis. PT Vale diminta untuk:
- Membuka database perusahaan mitra dan subkontraktor.
- Memprioritaskan perusahaan lokal pribumi dan Kolaka.
- Menghentikan penambahan mitra dari luar daerah dan tidak memperpanjang kontrak perusahaan nasional yang sudah habis masa berlakunya.
- Melaksanakan tender secara konsisten, terbuka, dan transparan.
Mereka juga menuntut agar PT Pama Persada Nusantara melibatkan perusahaan lokal dalam aktivitas penambangan di wilayah IUPK PT Vale site Pomalaa.
Desakan Lanjutan: Pabrik Nikel Kolaka
Gerakan Masyarakat Adat Mekongga menuding Vale melakukan “pembohongan informasi” terkait pembangunan pabrik nikel di Kolaka. Mereka mendesak agar proyek pabrik pengolahan yang sudah diresmikan peletakan batu pertamanya oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pada 2022 segera dilanjutkan.
“Jika Vale tidak melanjutkan pembangunan pabrik, maka seluruh aktivitas proyek di site Pomalaa harus dihentikan,” tegas pernyataan itu.
Dukungan dari Masyarakat Adat Tolaki
Dukungan juga datang dari Lembaga Masyarakat Adat Tolaki (MAT) melalui Ketua Abdul Sahir dan Sekjen Adi Yusuf Tamburaka. Mereka menilai perjuangan masyarakat Mekongga sejalan dengan semangat memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di Sulawesi Tenggara.
“Kami berdiri bersama saudara-saudara kami dari Mekongga. Jangan ada lagi diskriminasi dalam akses kerja di tanah sendiri,” ujar Abdul Sahir.
Sementara itu, Adi Yusuf Tamburaka menambahkan, “Tenaga kerja lokal dan pengusaha daerah harus menjadi prioritas utama. Jika tidak, pembangunan hanya akan melahirkan ketidakadilan baru.”
Dukungan dari Pusat Advokasi Konsorsium HAM
Selain itu, Pusat Advokasi Konsorsium Hak Asasi Manusia yang diketuai Jumran, S.IP, juga menyatakan dukungannya. Menurutnya, apa yang diperjuangkan masyarakat adat Mekongga bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga hak asasi manusia.
“Pemberdayaan tenaga kerja lokal adalah bagian dari pemenuhan HAM. Perusahaan tidak boleh menutup mata terhadap hak-hak dasar masyarakat adat,” tegas Jumran.
Dukungan Adat
Tuntutan ini mendapat restu dari Bokeo (Raja) Mekongga XIX dan Ketua Dewan Adat Mekongga, H. Jayadin, S.ME., yang menandatangani dokumen resmi bersama Jenderal Lapangan.(*)
Laporan : Redaksi