NASIB PETANI DI NEGRI PERTIWI
1 min read
NASIB PETANI DI NEGRI PERTIWI
Tubuh lunglay memakan bangkai
Tak kepenak juga tak hendak tapi mau di kata apa sudah terlanjur seperti nasi telah menjadi bubur
logam kisanak telah tertanak mau dikata tak hendak
Langkah arit jadi tombak untuk mengusir tikus tikus sawah
Padi menangis petani meringis nasib harga di tangan tengkulak
Yach hendak di kata apa pekerja rodipun tak berupah payah
Mencari kerja sangatlah susah terpaksa jadi petani penggarap yang tadinya petani asli dengan hasil tak seberapa
buat mengisi banyak mulut mulut di rumah
Agar perut – perutnya tidak berisik ribut
Itulah nasib petani kita banyak yang terguling karena tukar guling
Dengan seruling drama seri berjilid jilid, tapi tak sudah dapat solusi
Begah dan sengsara mengisi hari – hari penuh puisi
Muntahkan realisasi konstruksi diri Irigasi yang serasi hanya punya orang berdasi pasti tertata apik penuh epik
Tanah air tidak tumpah darahnya
Ia sudah habis dari zaman kolonial
Ibu pertiwi juga tidak menangis lagi
Sudah banjir air mata dari zaman feodal
Rakyat hanya mengais ngais mencari celah ceria riang gemilang
Dan berbisik pada langit
“Ya Robb Selesaikanlah semua ini secepatnya, biar aku bisa berdendang riang karena keadilan sosial telah terpampang dalam lambang Burung Garuda Panca Sila , butir ke lima, bahwa Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah terurai dengan baik , dan tidak hanya sebagai simbul saja “
Jakarta Timur
07052025.18.30
Karenina