LESTARI BUDAYA

Desember 12, 2025

SUARA AKAR RUMPUT

PETANI MELAWAN, ULTIMATUM PT IPIP

2 min read

Petani Lamedai–Oko-Oko Ultimatum PT IPIP: Dua Hari Penuhi Tuntutan atau Aksi Besar

Kolaka, suarapinggiran.com (27/11/2025) —

Gelombang kekecewaan sedang memuncak di Desa Lamedai dan Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka. Ratusan petani sawah yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani Bersatu Padu resmi mengeluarkan pernyataan sikap keras terhadap PT Indonesia Pomalaa Industrial Park (IPIP), perusahaan raksasa yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).

Berdasarkan Peraturan Menko Perekonomian RI Nomor 12 Tahun 2024, terdapat 16 proyek PSN di Sulawesi Tenggara, dengan 9 di antaranya merupakan kawasan industri — salah satunya IPIP, yang mengembangkan kawasan industri seluas kurang lebih 11.100 hektare di Pomalaa. Saat ini perusahaan sedang menggenjot pembangunan jalan hauling, HPAL (High Pressure Acid Leaching), smelter, dan infrastruktur industri lainnya.

Namun di balik gegap gempita investasi, para petani menyebut pembukaan lahan besar-besaran oleh IPIP telah memicu deforestasi yang berdampak langsung pada Sungai Oko-Oko. Hilangnya daya dukung lingkungan diduga menyebabkan air hujan mengalir deras tanpa penahan ke sungai, lalu meluap ke area persawahan.

Akibatnya, sebanyak 247 hektare sawah di dua desa terendam banjir pada 18 Oktober dan 10 November 2025. Lumpur menimbun petakan sawah, pematang jebol, akses jalan usaha tani terputus, dan saluran irigasi macet. Ancaman gagal panen massal kini menghantui ratusan keluarga petani yang menggantungkan hidup pada musim tanam ini.

Upaya dialog terakhir pada 17 November 2025 dinyatakan buntu. Para petani akhirnya mengeluarkan ultimatum terbuka kepada perusahaan.

Tuntutan Petani kepada PT IPIP:

  1. Ganti rugi Rp 31.000.000 per hektare bagi sawah yang terendam banjir.
  2. Normalisasi Sungai Oko-Oko dan pembangunan tanggul pada seluruh aliran sampai ke muara.
  3. Pembangunan saluran sekunder dari tanggul sungai menuju kawasan persawahan Lawani.
  4. Perbaikan jalan usaha tani yang rusak akibat banjir.
  5. Pengawasan ketat pemerintah atas kerusakan lingkungan akibat aktivitas PT IPIP yang dinilai mengancam ketahanan pangan masyarakat.

Gabungan Kelompok Tani memberi batas waktu 2 × 24 jam sejak pernyataan diterbitkan.

“Kami bukan menolak investasi. Tapi kami menolak masa depan petani dikorbankan. Bila PT IPIP tidak melaksanakan tuntutan kami, aksi besar akan menyusul,” tegas Johan, Jenderal Lapangan Gabungan Kelompok Tani Bersatu Padu.

Situasi di Lamedai dan Oko-Oko kini memanas. Para petani menyatakan siap memperjuangkan hak mereka sampai ada kebijakan nyata yang menyelamatkan sawah, penghidupan, dan ketahanan pangan masyarakat lokal.(*)

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *