Konawe Menjadi Pionir CSR Berbasis HAM di Indonesia
2 min read
Oplus_0
Konawe Menjadi Pionir CSR Berbasis HAM di Indonesia
Delapan bulan lalu, di Kabupaten Konawe, muncul sebuah pertanyaan sederhana namun mendasar: untuk siapa sebenarnya CSR perusahaan itu ada?
Selama ini, dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah hanya dipandang sebagai kewajiban tambahan, sebatas bantuan pembangunan, atau kegiatan seremonial. Hasilnya, masyarakat yang hidup di sekitar perusahaan sering kali tidak merasakan manfaat signifikan.
Dari keresahan itu lahirlah sebuah gagasan besar: CSR harus berbasis Hak Asasi Manusia (HAM). Artinya, CSR bukan sekadar kewajiban perusahaan, melainkan hak rakyat yang harus dijamin pemenuhannya.
Perjuangan Panjang
Gagasan ini tidak lahir dalam semalam. Selama delapan bulan, pemerintah daerah bersama Forum CSR, masyarakat sipil, akademisi, hingga pelaku usaha berdiskusi, berdebat, bahkan berhadapan dengan berbagai keraguan. Sebagian pihak khawatir regulasi ini akan menambah beban perusahaan. Tetapi setelah melalui proses panjang, justru muncul kesadaran baru: CSR berbasis HAM akan memberi keuntungan semua pihak. Masyarakat terlindungi, perusahaan lebih dipercaya, dan pemerintah daerah punya instrumen yang jelas dalam pengawasan.
Isi Perbup yang Progresif
Rancangan Peraturan Bupati (Perbup) tentang CSR berbasis HAM ini menempatkan rakyat sebagai pusat. Perusahaan tidak hanya diwajibkan menyalurkan dana, tetapi juga harus melakukan uji tuntas HAM, melibatkan masyarakat dalam perencanaan program, transparan dalam laporan, serta tunduk pada mekanisme insentif dan sanksi.
Bagi perusahaan yang patuh, tersedia penghargaan dan kemudahan. Sebaliknya, bagi yang abai, ada konsekuensi yang tegas. Inilah yang membuat Perbup ini berbeda dengan regulasi CSR di daerah lain, yang biasanya hanya bicara soal teknis pengelolaan dana.
Pertama di Indonesia
Jika disahkan, Perbup CSR berbasis HAM di Konawe akan menjadi yang pertama di Indonesia. Sebab hingga saat ini, hampir tidak ada daerah lain yang secara eksplisit menjadikan HAM sebagai dasar hukum pengelolaan CSR.
Dengan kata lain, Konawe bukan hanya membuat regulasi, tetapi membuka jalan baru: menjadikan CSR sebagai instrumen perlindungan hak rakyat di wilayah investasi.
Inovasi Daerah
Menurut Permendagri No. 104 Tahun 2018, inovasi daerah adalah terobosan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang membawa manfaat nyata, berkelanjutan, dan bisa direplikasi. Jika dilihat dari kriteria ini, Perbup CSR berbasis HAM sangat layak disebut inovasi daerah.
* Ada pembaruan: menempatkan HAM sebagai fondasi CSR.
* Ada manfaat nyata: rakyat dapat akses adil terhadap program CSR.
* Ada keberlanjutan: diatur formal lewat regulasi dan kelembagaan.
* Ada replikasi: bisa ditiru daerah lain di seluruh Indonesia.
Dengan semua syarat itu, Konawe punya peluang besar untuk mencatatkan diri dalam Indeks Inovasi Daerah nasional.
Catatan Akhir
Inovasi bukan hanya soal teknologi canggih atau aplikasi digital. Inovasi juga berarti keberanian untuk mengubah paradigma. Konawe, lewat Perbup CSR berbasis HAM, menunjukkan bahwa pemerintah daerah bisa hadir membela rakyat, memastikan investasi berjalan sejalan dengan keadilan sosial.
Jika regulasi ini benar-benar dijalankan, sejarah akan mencatat: dari sebuah kabupaten di Sulawesi Tenggara, lahir sebuah terobosan nasional yang menempatkan HAM sebagai landasan pembangunan. Dan semua itu berawal dari sebuah keresahan delapan bulan lalu.(*)
Opini oleh : Jumran, S.IP (Ketua Pusat Advokasi Konsorsium Hak Asasi Manusia, POSKOHAM)

