Mahasiswa Sultra Dilaporkan ke Polisi atas Aksi Aspirasi: Masyarakat Sipil Kecam Intimidasi Demokrasi
2 min read
Mahasiswa Sultra Dilaporkan ke Polisi atas Aksi Aspirasi: Masyarakat Sipil Kecam Intimidasi Demokrasi
Jakarta, suarapinggiran.com, 9 Oktober 2025 —
Forum Pegiat Pelayanan Publik (FP3) Sulawesi Tenggara mengecam keputusan Kantor Penghubung Pemprov Sultra di Jakarta yang melaporkan mahasiswa asal Sultra ke polisi usai aksi penagihan janji asrama di kantor tersebut. Laporan tersebut dianggap sebagai bentuk kriminalisasi kebebasan berpendapat dan sinyal bahaya terhadap ruang kritik publik.
Aksi Mahasiswa & Tuduhan ke Polisi
Pada Rabu (8/10), mahasiswa dari organisasi asal Sultra melakukan aksi di Kantor Penghubung Pemprov Sultra di Jakarta. Tuntutan mereka: realisasi pembangunan Asrama Mahasiswa Sultra yang dinilai belum berjalan.
Alih-alih menjawab dengan dialog, kantor penghubung justru melaporkan mahasiswa ke polisi atas tuduhan “penguasaan kantor” dan “perusakan aset”. Beberapa mahasiswa diamankan setelah diklarifikasi oleh kepolisian.
Menurut Kepala Kantor Penghubung, Mustakim, laporan itu diambil karena pintu kantor digembok dan kondisi kantor dianggap terancam. Ia menyebut bahwa laporan adalah langkah terakhir demi menjaga situasi tetap kondusif.
Muskim juga mengklaim bahwa pemerintah provinsi belum pernah menjanjikan pembangunan asrama secara resmi — menolak tudingan bahwa itu adalah rencana pemerintah.
Reaksi Masyarakat Sipil & Desakan
FP3 menyebut pelaporan itu sebagai upaya membungkam mahasiswa. “Mahasiswa datang membawa suara publik, bukan untuk merusak,” tegas Kisran Makati, Koordinator FP3 Sultra.
Lembaga advokasi juga menyuarakan keprihatinan bahwa tindakan represif terhadap kritik publik dapat menyempitkan ruang demokrasi.
FP3 menuntut:
* Pencabutan laporan terhadap mahasiswa
* Permintaan maaf terbuka dari pemerintah
* Segera direalisasikannya pembangunan asrama Sultra di Jakarta
* Ruang dialog terbuka antara pemerintah dan mahasiswa
* Pemeriksaan Ombudsman terhadap dugaan maladministrasi
Potensi Dampak & Catatan Demokrasi
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan bagaimana protes mahasiswa — bagian dari fungsi kontrol sosial — bisa dibalas dengan langkah hukum, bukan dialog.
Jika fenomena ini menjadi praktik umum, bukan tak mungkin kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah terganggu dan ruang demokrasi di tingkat lokal makin sempit.
Kasus ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan pusat: ketika kritik publik dibalas dengan penegakan hukum, bukan keterbukaan, maka demokrasi dalam praktek bisa tergerus. Pemerintah berkewajiban memilih dialog daripada kriminalisasi dalam merespon aspirasi mahasiswa.(*)
Laporan: Redaksi