Negeriku 80 Tahun Merdeka, Namun Korupsi Menggurita di Semua Sendi Kehidupan Bernegara
4 min read
“Negeriku 80 Tahun Merdeka, Namun Korupsi Menggurita di Semua Sendi Kehidupan Bernegara”.
Opini oleh : Adi Yusuf Tamburaka, Ketua Umum Forum Komunikasi Pemberantasan Korupsi Sulawesi Tenggara
Negeriku 80 Tahun Merdeka, Namun Korupsi Menggurita di Semua Sendi Kehidupan Bernegara
Delapan dekade kemerdekaan seharusnya menjadi momentum bangsa ini untuk menatap masa depan dengan penuh optimisme. Kita telah melewati masa penjajahan, membangun kembali dari puing-puing perang, dan menapaki jalan panjang pembangunan. Namun, ironi besar masih mencengkram negeri ini: korupsi yang menggurita di hampir semua sendi kehidupan bernegara.
Korupsi bukan lagi sekadar perilaku menyimpang segelintir orang, melainkan telah menjadi sistem yang mengakar. Dari pusat hingga daerah, dari jabatan tinggi hingga pelayanan publik paling bawah, praktik memperkaya diri dan kelompok dengan mengorbankan kepentingan rakyat masih saja menjadi cerita sehari-hari. Padahal, pasal 7 UUD 1945 telah menegaskan tujuan bernegara adalah melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Bagaimana tujuan itu tercapai bila keuangan negara bocor di berbagai lini?
Kita harus jujur mengakui, meskipun ada upaya pemberantasan, dari pembentukan KPK hingga berbagai regulasi antikorupsi, hasilnya belum sepadan dengan kerugian yang ditimbulkan. Korupsi telah bermutasi dalam bentuk baru: suap terselubung, manipulasi anggaran, gratifikasi berkedok hadiah, bahkan kebijakan publik yang diarahkan untuk kepentingan tertentu. Lebih menyedihkan lagi, masyarakat pun sering kali permisif—menganggap “uang pelicin” sebagai hal lumrah, sehingga korupsi tidak lagi dipandang sebagai kejahatan besar, melainkan sekadar “biaya tambahan” untuk memperlancar urusan.
Negeri ini tidak kekurangan sumber daya alam, tidak kekurangan talenta cerdas, tetapi kekurangan teladan kepemimpinan yang bersih dan tegas. Sejarah menunjukkan, bangsa-bangsa yang mampu menekan korupsi selalu menempatkan integritas dan hukum di atas kepentingan pribadi. Indonesia pun bisa—jika ada keberanian politik dan dukungan publik yang konsisten.
Di usia 80 tahun kemerdekaan, seharusnya kita sudah mampu menutup buku lama berisi kisah-kisah kelam korupsi. Namun, kenyataannya buku itu masih terus ditulis, hanya berganti aktor dan babak. Jika kita tidak memutus rantai ini sekarang, kemerdekaan yang kita rayakan hanyalah kemerdekaan fisik, bukan kemerdekaan dari penjajahan moral dan mental.
Kemerdekaan sejati adalah ketika setiap rupiah anggaran digunakan untuk rakyat, setiap kebijakan dibuat untuk kepentingan bersama, dan setiap jabatan diemban sebagai amanah, bukan kesempatan. Kita tidak boleh lagi terbuai slogan. Saatnya rakyat menuntut bukan sekadar janji antikorupsi, tetapi bukti nyata dalam tindakan.
Delapan puluh tahun sudah kita merdeka. Mari pastikan 100 tahun kemerdekaan nanti bukan lagi cerita tentang korupsi yang menggurita, melainkan kisah tentang bangsa yang akhirnya benar-benar merdeka—lahir dan batin.
contoh kasus nyata untuk mempertegas kondisi korupsi di Indonesia yang masih menggurita hingga di usia kemerdekaan ke-80:
Negeriku 80 Tahun Merdeka — Namun Korupsi Masih Memerangkap Semua Sendi Bernegara
- Tingkat Korupsi Masih Sangat Tinggi
Transparency International mencatat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia mencapai hanya 37 poin pada 2024, meningkat tipis, namun tetap tergolong rendah (skor maksimum 100), menempatkan Indonesia pada posisi yang memprihatinkan terkait persepsi korupsi
Data Indonesia
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) dari BPS justru menurun pada 2024, menunjukkan adanya peningkatan sikap permisif masyarakat terhadap korupsi
Data Indonesia
. Ini menunjukkan bahwa meski persepsi membaik sedikit, sikap masyarakat masih menganggap korupsi sebagai hal biasa.
- Kinerja Penindakan KPK di Semester I 2025
Hingga Juni 2025, KPK melakukan:
31 penyelidikan, 43 penyidikan, 46 penuntutan, dengan 31 perkara telah berkekuatan hukum tetap dan 35 dieksekusi
2 OTT (Operasi Tangkap Tangan) dan 5 DPO (Daftar Pencarian Orang)
Uang hasil korupsi yang berhasil dikembalikan sekitar Rp 500 miliar
Pejabat KPK menyatakan bahwa OTT menjadi lebih sulit karena pelaku lebih cerdik dalam komunikasi, namun efektivitas penindakan masih dinilai belum optimal
- Kasus-Kasus Korupsi Terbesar di Awal 2025
A. Kasus Mega di Pertamina
Kerugian mencapai Rp 193,7 triliun dalam satu tahun, akibat manipulasi impor, penyewaan terminal BBM, rekayasa harga, dan pencampuran BBM subsidi ke nonsubsidi
Sejak Februari hingga Juli 2025, Kejaksaan Agung menetapkan total 18 tersangka—termasuk enam petinggi Pertamina, pengusaha, dan manajer swasta. Total kerugian dari 2018–2023 diperkirakan mencapai Rp 285 triliun
Jika dirangkum sejak 2018, angka ini bisa menyentuh ** Rp 968,5 triliun, menjadikan ini salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia
B. Skandal Pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek
Kejagung sedang menyelidiki pengadaan Chromebook senilai Rp 9,9 triliun antara 2019–2023, yang dianggap manipulatif karena penggantian OS dan tidak mempertimbangkan kondisi lapangan
C. Kasus Korupsi di Lembaga-Lembaga Negara dan BUMN Lain
Pengadaan linfrastruktur BTS 4G di Kominfo—melibatkan mantan Menkominfo Johnny G. Plate, dengan total dugaan kerugian lebih dari Rp 8,3 triliun
Korupsi fasilitas pembiayaan di LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) mencapai Rp 11,7 triliun, yang menyebabkan lembaga tersebut melakukan pengadaan tanpa kajian risiko nyata
Dugaan korupsi di Bank BJB (pengadaan iklan), serta kredit fiktif di Bank Jatim mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah
- Mengapa Korupsi Tetap Sukses Merebak?
Persepsi publik yang permisif dan budaya “pelicin” dalam pelayanan publik.
Sistem pengawasan yang lemah dan integritas anti-penyuapan belum diterapkan secara menyeluruh (misalnya SMAP/ISO 37001).
Penegakan hukum yang belum cukup tegas, termasuk hukuman ringan atau penetapan tersangka tanpa penahanan.
Celah komunikasi digital bagi pelaku—OTT menjadi lebih sulit, mereka lebih lihai menyembunyikan jejak.
Lemahnya integritas elit politik dan birokrasi, ditandai oleh munculnya penetapan tersangka di lembaga penegakan hukum sendiri.
- Langkah-Langkah yang Harus Ditempuh
Perkuat KPK polanya: segera restorasi status independensi, dukung OTT dan penyadapan yang sah, dan revitalisasi penegakan hukuman berat.
Terapkan standar Sistem Manajemen Anti-Penyuapan (SMAP/ISO 37001) di semua BUMN, pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta.
Edukasi dan reformasi integritas publik: investasi transparansi melalui layanan daring, pelaporan gratifikasi, dan audit publik.
Tegakan hukuman yang memberi efek jera, misalnya dukung wacana pidana hingga 50 tahun dan hindari vonis ringan
Dorong peran aktif masyarakat dan media, serta pemantauan publik (whistleblower) untuk melawan budaya permisif.
Kesimpulan
Di usia kemerdekaan ke-80, bangsa ini sudah terlalu lama “dikongkosi” oleh praktik korupsi sistemik yang memakan triliunan rupiah, merusak kepercayaan, dan menjerumuskan moral bahkan aparatnya sendiri. Negara maju adalah negara yang tidak hanya merdeka secara fisik, tetapi juga merdeka dari korupsi—dari budaya, sistem, dan mental.
Untuk itu, momentum 80 tahun kemerdekaan harus jadi titik balik. Tanpa integritas, tanpa tindakan tegas, dan tanpa pemantauan bersama, perayaan kemerdekaan hanyalah ritual kosong. Mari wujudkan kemerdekaan sejati—untuk rakyat, demi masa depan Indonesia yang benar-benar merdeka. Rakyat harus dan wajib kritis dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan hilangkan budaya PERMISIF Demi Negeri Indonesia.
Kendari 13 Agustus 2025