Sidang Gugatan Warga Melawan PT TPM : Terancam Putusan Verstek Jika Tergugat Kembali Mangkir
2 min read
Sidang Gugatan Warga Melawan PT TPM : Terancam Putusan Verstek Jika Tergugat Kembali Mangkir
Unaaha, suarapinggiran.com, (13 Juli 2025) –
Sidang kedua perkara gugatan perdata antara keluarga besar almarhum H. Musi Muldjabar bersama 42 warga lainnya melawan PT Tani Prima Makmur (TPM), kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, Jumat (12/7/2025). Namun, persidangan tersebut kembali berlangsung tanpa kehadiran tergugat, PT TPM.
Ketidakhadiran pihak tergugat membuat majelis hakim menjadwalkan ulang sidang ketiga pada Kamis, 24 Juli 2025 mendatang. Kuasa hukum penggugat, Yahyanto, SH, MH dan S. Santoso, SH, MH dari Pusat Bantuan Hukum (Pusbakum) ASN Indonesia menyatakan, apabila tergugat kembali mangkir, maka hakim dapat mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan putusan verstek, yakni memutus perkara tanpa kehadiran tergugat dan memenangkan gugatan penggugat.
“Jika PT TPM tidak hadir kembali minggu depan, maka hakim berkewajiban memutus perkara ini secara verstek,” tegas Yahyanto di sela-sela sidang.
Gugatan Rp 25,8 Miliar Atas Dugaan Penyerobotan Tanah
Sengketa ini bermula dari dugaan penyerobotan lahan seluas puluhan hektare di Kecamatan Meluhu, Kabupaten Konawe, oleh PT Tani Prima Makmur. Para penggugat menilai perusahaan tersebut telah menguasai dan mengelola lahan mereka tanpa izin atau kesepakatan hukum.
Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Konawe oleh kuasa hukum dari Pusbakum & Partner tertanggal 16 Desember 2024, mewakili 43 warga termasuk Dewi Susanti Frida Muldjabar sebagai ahli waris keluarga besar almarhum H. Musi Muldjabar. Tanah yang disengketakan disebut memiliki legalitas kuat berupa sertifikat hak milik.
Pada Oktober 2024, warga telah memasang patok dan papan nama sebagai penanda klaim kepemilikan. Namun kemudian, PT TPM diduga masuk dan mengelola lahan tanpa dasar hukum yang sah.
“Akibat tindakan itu, klien kami mengalami kerugian materiil karena kehilangan potensi pendapatan dari lahan yang selama ini telah ditanami berbagai pohon produktif,” ungkap Santoso.
Legalitas HGU Dipertanyakan
Dalam proses mediasi yang sebelumnya difasilitasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konawe, PT TPM mengklaim memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan tersebut. Namun, menurut kuasa hukum penggugat, klaim tersebut tidak disertai nomor dan rincian bidang lahan, sehingga menimbulkan dugaan ketidakjelasan legalitas penguasaan tanah.
Gugatan ini menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 200 juta per bidang tanah, ditambah Rp 50 juta untuk biaya pengurusan lahan sejak 2018. Selain itu, kerugian immateriil atas kehilangan penghasilan selama enam tahun ditaksir mencapai Rp 600 juta per orang. Total tuntutan mencapai Rp 25,8 miliar.
Penggugat juga mendalilkan bahwa PT TPM telah melanggar Pasal 2 UU No. 51/Prp/1960 tentang larangan penggunaan tanah tanpa izin yang sah, serta Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah.
Sampai berita ini diturunkan, PT TPM belum memberikan pernyataan resmi. Redaksi tetap membuka ruang hak jawab kepada pihak tergugat untuk memberikan klarifikasi. Sidang berikutnya dijadwalkan kembali pada 24 Juli 2025 di PN Unaaha.(*)
Laporan : Redaksi