MENGENANG MEI
4 min read
MENGENANG MEI
Komunitas Literasi Betawi (KLB) mengadakan event,, cipta puisi dengan tema ‘mengenang mei’ yang diadakan pada bulan mei, ditutup pada tanggal 31 mei 2025 dan terpilihlah 33 puisi dari 33 penyair.
Latar belakang
Bagaimana mengenang Mei? Bulan yang di dalamnya terdapat semangat dan harapan untuk masa depan bangsa ini ke arah yang lebih baik, tepatnya terdapat beberapa tanggal momen peringatan, di antaranya, Hari Buruh Internasional setiap 1 Mei, Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei, Hari Buku Nasional setiap 17 Mei, dan Hari Kebangkitan Nasional setiap 20 Mei.
Hari Buruh Internasional atau May Day yang diperingati setiap 1 Mei bermula dicetuskan di Amerika Serikat, saat itu 1 Mei 1886 sekira 300 ribu pekerja di 13 ribu perusahaan di negara tersebut melakukan pemogokan massal untuk memperjuangkan jam kerja yang lebih manusiawi dan mendorong perubahan sosial yang lebih besar untuk melawan sistem kapitalis yang menindas. Di Indonesia sendiri Hari Buruh setiap 1 Mei, baru ditetapkan sebagai hari libur nasional pada 2013 melalui Keputusan Presiden RI Nomor 24, dengan tujuan mengakui peran pekerja dalam pembangunan serta memperkuat solidaritas antara pelaku hubungan industrial di Indonesia. Sebenarnya sejak 1920 peringatan Hari Buruh di Indonesia sudah dilakukan, tapi saat pemerintahan Orde Baru berkuasa, peringatan tersebut dilarang. Karena gerakan Buruh kerap dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis terutama pasca terjadinya peristiwa G30S/PKI.
Namun pada 1 Mei 1998, peringatan Hari Buruh dilangsungkan di Kampus FKUI Salemba, Jakarta, yang diinisiasi oleh STOVIA (organisasi gerakan mahasiwa FKUI Salemba), KBUI (Keluarga Besar UI) dan KOBAR (Komite Buruh untuk Aksi Reformasi). Tetapi peringatan ini hanya dihadiri oleh Mahasiswa, sedangkan elemen gerakan buruh saat itu dihadang oleh aparat di depan LBH Jakarta. Aksi gabungan ini lalu dilakukan lagi sehari sesudahnya pada 2 Mei 1998, dengan tetap bertempat di Kampus FKUI Salemba, bersamaan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional dan dihadiri oleh massa gerakan buruh dan gerakan mahasiswa.
Hari Pendidikan Nasional yang bertepatan dengan hari lahir Ki Hadjar Dewantara (2 Mei 1889) adalah simbol betapa pentingnya akses pendidikan bagi seluruh masyarakat. Dedikasi beliau dalam memperjuangkan pendidikan bagi masyarakat pribumi ketika itu, telah membuka kesadaran bahwa suatu bangsa akan menjadi maju, jika masyarakatnya menyadari betapa pentingnya pendidikan. Sedangkan berbagai permasalahan masih melingkupi dunia pendidikan Indonesia hingga saat ini, seperti tidak meratanya akses pendidikan pada berbagai wilayah, kurangnya ketersediaan sarana penunjang untuk sistem informasi modern, pengadaan buku-buku dan lain-lain, yang tentunya patut diberi perhatian lebih intens lagi oleh pihak terkait.
Hari Buku Nasional dicetuskan pertama kali oleh Menteri Pendidikan Nasional era Kabinet Gotong-Royong, Abdul Malik Fadjar yang merujuk pada momen bersejarah berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 17 Mei 1980. Hal yang melatarbelakanginya adalah demi meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk membaca buku, yang tentu saja dibarengi semangat untuk menghapuskan kondisi masyarakat yang buta huruf. Karena literasi dasar ini adalah fondasi utama untuk kemajuan suatu bangsa. Maka pada setiap tahun peringatannya, budaya literasi seperti membaca dan menulis sangat ditekankan, tujuannya adalah membawa dampak positif dalam pembangunan intelektual, pendidikan, dan sosial masyarakar, serta pemahaman terhadap buku dan peran pentingnya dalam masyarakat.
Hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap 20 Mei untuk mengenang berdirinya organisasi Budi Utomo pada 1908, yang merupakan organisasi pertama penggagas gerakan kebangkitan nasional Indonesia serta sebagai awal dari pergerakan modern untuk mencapai kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Dengan dilandasi kesadaran dan semangat berjuang yang tidak lagi bersifat kedaerahan, tetapi lebih luas dan bersifat nasional. Budi Utomo juga memberikan penyadaran akan peningkatan taraf pendidikan dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat pribumi sebagai cara untuk melawan penjajahan. Jadi ada semangat persatuan, kesatuan, nasionalime seluruh bangsa Indonesia, untuk bekerja sama demi tujuan bersama yaitu, kemerdekaan, dan terlepas dari penjajahan bangsa lain.
Pada bulan Mei pula pernah terjadi peristiwa kelam yang mengoyak kesatuan dan persatuan bangsa, yakni kerusuhan besar yang tidak saja melanda Jakarta sebagai Ibu Kota Negara ketika itu, tetapi juga melanda beberapa wilayah lain di Indonesia pada 12 hingga 15 Mei 1998.
Bila melihat urutan Mei sebagai bulan dalam setahun, maka bulan ini berada pada urutan ke 5. Dan bila menyimak angka 5, maka ingatan kita kemungkinan tertuju kepada adanya 5 Sila dalam Pancasila, yang merupakan Dasar dan Falsafah dari bangsa dan negara Republik Indonesia.
Terjadinya peristiwa kelam kerusuhan Mei 1998 seperti sebuah luka yang mengoyak Pancasila, menyisakan jejak trauma mendalam bagi seluruh anak bangsa yang ketika itu menyaksikan, mengalami, mendengar, menyimak secara langsung peristiwa tersebut. Mungkin generasi sekarang hanya dapat mengetahuinya dari berbagai literasi dan dokumentasi banyak media. Bagaimana bisa, di bulan yang di dalamnya terdapat momen untuk menumbuhkan semangat dan harapan demi masa depan Indonesia yang lebih baik, tercederai oleh peristiwa kelam tersebut, dan tercatat dalam sejarah. Meski kemudian tak lama seusai kejadian, ditetapkan sebuah momen kebangkitan yang kedua bagi bangsa ini, yakni Hari Reformasi Nasional 21 Mei yang diambil dari momentum lengsernya Presiden Suharto setelah 32 tahun memerintah Republik Indonesia.
Lalu bagaimanakah para pesyair mengenang Mei?
KLB