SAID DAN LANGIT YANG TERLUKA
1 min read
SAID DAN LANGIT YANG TERLUKA
Khairani Piliang
Said lahir dari rahim bumi pecah
ketika malam tak sempat menyalakan bintang
ibunya cahaya padam di tengah nyala
ayahnya sebuah bayangan terakhir di dinding bangunan runtuh
Ia tak tahu apa itu damai
hanya mengenal pelukan mendadak hilang
tangan-tangan hangat kini menjadi debu di udara
Langit menggantung luka di matanya
mata yang terlalu muda untuk menyimpan doa dalam bising peluru
angin belajar mengeja nama
lewat bisikan nyaring sirene dan jerit burung patah sayap
Said berjalan di antara bayang hitam
menggenggam kenangan kerikil di saku kecilnya
setiap langkahnya puisi tak selesai
tertulis
dari pasir, darah, dan derai air mata
Ia berbicara pada batu:
“apakah kalian pernah memiliki ibu?”
ia bertanya pada malam:
“apakah kalian juga kehilangan rumah?”
kini dunia taman tanpa musim
dan said tunas tumbuh tanpa akar
lihat matanya perih
masih menyala fajar sebelum dipadamkan sejarah
Jakarta, 04 Juni 2025