Juni 30, 2025

SUARA AKAR RUMPUT

MEMBONGKAR ISI PUISI SIKAT SEKAT SIKUT

4 min read

MEMBONGKAR ISI PUISI SIKAT SEKAT SIKUT

Oleh Anto Narasoma

KITA dan Aku merupakan dua kata yang menyatakan sosok-sosok persoalan keakuan yang satu dengan keakuan sekelompok orang ( kita).

Secara pribadi, akan tampak nyata ketika keakuan itu muncul dari pribadi seseorang. Tapi keakuan itu akan berpadu meskipun ketika keakuan itu diurai satu-satu. Maka kata kita itu akan memunculkan keakuan pribadi dari uraian orang per orang.

Membaca puisi bertajuk SIKAT, SEKAT, SIKUT karya penyair Herry Tany, pembaca akan diajak untuk memahami karakter atau watak manusia.

Menurut saya, wajar andaikan Herry Tany menulis tentang watak manusia. Pertama, dalam teater, tiap personal diajarkan untuk memhami perwatakan. Sikap itu dilakukan pekerja teater karena berkaitan dengan upaya psikisnya untuk memainkan watak di luar karakter perilakunya sendiri sebagai manusia.

Coba kita perhatikan puisi yang ditulis penyair…


Herry Tany
SIKAT SEKAT SIKUT

aku adalah angin yang menghadirkan makian dan gerutuan dari bawah tanah

kata-kataku meletup menjadi api, membakar bisikan dan teriakan berontak, menjelma runcing bergemuruh menusuk jantung yang menggejala dalam pengap keadaan

lalu menerobos gang-gang sempit, menghanguskan dinding-dinding menggosongkan petuah dan peribahasa para penyair tak peduli sekat batas, walau diburu lagu penuh tikam

aku pun buta dan goblok menabrak siapa saja, terkadang hanya bergumam dan bicara apa adanya

pada hari yang curam dalam debat bersimpang jalan, begitu sulit mengirim tanya tentang kapan menyebut diri ; dengan kata KITA bukan AKU

Suara Pinggiran,
16 Mei 2025


Membaca puisi ini, analisis saya diajak berkelana untuk memahami emosi penyair dalam menerjemahkan pengalaman batinnya.

Seperti saya katakan sebelumnya, penyair Herry Tany merupakan sosok pekerja teater yang mumpuni dalam mengulas kepribadiannya untuk masuk ke dunia peran.

Peran apa saja, tentu akan ia telusuri berdasarkan rasa (feel of human) yang sudah terlatih. Karena kedalam psikologis dari jiwa-jiwa itu, kemudian ia ungkap dari bait ke bait yang mengandung unsur emosi rasa dan pikiran melalui pilihan kata yang tepat, sehingga makna dan emosi di dalam puisinya dapat ia ungkap secara metapora.

Maka segala aspek dalam bentuk struktur kata-kata unik yang ia tuturkan, berkaitan dengan jiwa pengelanaan sebagai pekerja teater.

Memang, sangat berbeda apabila seorang penyair dari latar belakang pekerja teater dibanding penyair yang berasal dari kalangan awam.

Pertanyaannya, apakah penyair dari teater akan lebih dalam dibanding penyair dari orang-orang biasa saja? Jawabnya, tidak juga.

Tapi kebiasaan orang teater ketika latihan psikal (psikologi kemanusiaan) selalu membicarakan tentang kejiwaan yang berkaitan dengan peran, saat ia dipercaya untuk mewataki peran siapa.

Dalam konteks inilah pengaruh jiwanya akan membekas ketika jiwanya menangkap ide dan gagasan saat ia menulis puisi.

Namun karena jiwanya terbiasa mengelola faktor karakter manusia dalam persoalan apa pun, maka pengaruh psikologisnya akan kentara di dalam karyanya.

Sedangkan penyair yang “lahir” dari awam, akan membahas karyanya lewat rasa (feel of human) dan gejolak alam di sekitar dirinya (intrinsik dan ekstrinsik).

Dari puisi bertajuk Sikat Sekat Sikut yang ditulis Herry Tany, lebih banyak mengutarakan gejolak emosi ketika ia menangkap ide di luar dirinya. Coba kita perhatikan pada bait satu…

aku adalah angin yang menghadirkan makian dan gerutuan dari bawah tanah

Dari imajinasi yang menggunakan kata-kata personifiksi untuk membangkitkan gambaran jiwanya, secara konotatif, penyair bergulat dengan emosi dirinya sendiri.

Karena itu ada kata makian dan gerutuan yang disampaikan secara imajinatif, sehingga akan merasuk ke dalam perasaan dan pikiran pembaca.

Coba kita rasakan dari diksi yang ia pilih untuk menyampaikan nuansa emosi dan gagasannya ketika Hery Tany mengungkap nilai rasa (feel) ke dalam puisi ini.

Seperti dikemukakan Sutan Takdir Alisjahbana dalam buku Perjuangan Tanggung Jawab dalam Kesusteraan kalau ditilik dari sjarat nilai puitika, tjukuplah segala emosi jang digodok dari dalam pikiran, bisa menggambarkan perasaan dan emosinya (Pustaka Jaya : halaman 54 tahun 1977).

Kemudian Herry meneruskan pada bait kedua, ..kata-kataku meletup menjadi api, membakar bisikan dan teriakan berontak, menjelma runcing bergemuruh menusuk jantung yang menggejala dalam pengap keadaan..

Dari lapisan kalimat yang diungkap dalam kalimat di bait kedua, dapat kita raba secara psikis bahwa ada “kemarahan” atau ketidakpuasan dalam uraian puisi ini.

Pendekatan dikotomi semacam ini, salalu ia paparkan dari sisi hakikat, metode, dan gagasan estetika.

Karena setiap puisi harus memiliki pokok persoalan yang hendak dikemukakan kepada audiens (pembaca).

Meski ada puisi yang disampaikan estetikanya ada kesan tersamar, namun tiap puisi harus dikemukakan dengan tujuan yang jelas dan terarah.

Untuk kita pahami bahwa nilai rasa (feeling) merupakan satu unsur yang terdapat di dalam puisi tersebut. Nilai rasa itu bisa jadi merupakan bentuk dan struktur kata-kata yang memberikan kesan estetis. Bahkan nilai emosi kemarahan itu dikemas menjadi bahasa puisi yang indah dan menarik.

Sebagai pekerja teater dan pelakon dalam satu cerita, ide dan gagasan Herry Tany sangat kuat terpengaruh dengan kebiasannya melatih diri di dalam teater.

Tapi itu ada pengaruhnya bagi corak puisi secara estetika. Sebab, dalam hal ini setiap penyair mempunyai sikap tertentu, pandangan, dan watak dalam menghadapi suatu persoalan.

Karena itu banyak penyair yang menulis puisinya dengan isi tersamar. Itulah sebabnya, tiap pembaca harus lebih kreatif untuk menerjemahkan hakikat isi yang mengendap dalam puisi tersebut.

Kembali ke puisi Sikat Sekat Sikut, isinya memang dipenuhi karakter yang berkaitan dengan kemarahan, jiwa pemberontakan, dan mengumbar emosi (pribadi).

Meskipun demikian, yang perlu dilakukan oleh penyair dan pembaca adalah hakikat puisi dalam empat tahapan, yakni sense (nilai tema atau arti), feeling (nilai rasa), nada kata (tone), dan intention (sasaran isi atau tujuan puisi).

Sedangkan metode puisi terdiri dari diction, imagery, the concrete word, figuratif language, and rhythm and rime.

Unsur-unsur itulah yang dapat membongkar isi puisi ketika kita hendak memahami dan membaca puisi tersebut sesuai estika bacaan. Sukses untuk kita !

Palembang
13 Juni 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *