“Kawasan Industri Maut” di Konawe : Negara Dinilai Abai, PT VDNI Diminta Bertanggung Jawab
2 min read
“Kawasan Industri Maut” di Konawe : Negara Dinilai Abai, PT VDNI Diminta Bertanggung Jawab
Konawe, suarapinggiran.com –
Di balik hiruk-pikuk industri smelter di Konawe, lagi-lagi sebuah tragedi pilu menorehkan duka mendalam. Seorang lelaki penjual sayur, yang setiap hari mengayuh gerobaknya menghidupi keluarga, meregang nyawa setelah terlindas truk besar milik PT VDNI yang remnya justru tidak berfungsi (21/05/2025). Dugaan pelanggaran hukum dan pengabaian keselamatan warga kembali mencuat, menguak luka lama yang belum terobati, sementara pengawasan pemerintah tampak seperti bayang-bayang yang tak nyata.
Ketua Pusat Bantuan Hukum (PUSBAKUM-ASN), Adi Yusuf Tamburaka, menilai peristiwa ini bukan sekadar kecelakaan, melainkan gambaran kegagalan sistemik dalam pengelolaan pertambangan dan perlindungan masyarakat.
“Ini adalah rangkaian kelalaian yang saling terkait,” tegas Adi Yusuf dengan suara berat. Ia memaparkan fakta-fakta kelam di balik tragedi tersebut:
1. Jalan yang digunakan truk PT VDNI melintasi jalan kabupaten di Konawe Utara, yang seharusnya dijaga ketat keselamatannya;
2. Ketiadaan palang pintu dan sistem kontrol keluar-masuk kendaraan tambang akibat pembiaran perusahaan dan pemerintah daerah;
3. Pelanggaran berlapis terhadap Undang-Undang Jalan, Ketenagakerjaan, Minerba, serta ancaman pidana berdasarkan KUHP;
4. Tanggung jawab berada di tangan perusahaan dan pemerintah pusat;
5. Pemerintah pusat memegang peranan kunci karena izin dan pengawasan pertambangan berada di bawah Kementerian ESDM, sementara aspek keselamatan jalan di bawah Kementerian Perhubungan.
Adi Yusuf menegaskan, negara telah abai menjalankan kewajiban konstitusionalnya sesuai Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
“Ini bukan sekadar masalah administratif. Nyawa yang melayang adalah bukti nyata pelanggaran pidana,” ujarnya dengan nada getir.
Senada, Ketua Pusat Advokasi Konsorsium Hak Asasi Manusia (PoskoHAM), Jumran, S.IP., menekankan pembiaran pelanggaran oleh korporasi berarti keterlibatan pemerintah dalam pelanggaran HAM.
“Pasal 359 KUHP menyatakan kelalaian yang mengancam nyawa berpotensi pidana. Kini, itu sudah terjadi di depan mata kita,” tukasnya.
Ia juga mengecam lemahnya pengawasan oleh Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan.
“Dengan kewenangan besar itu, mengapa pengawasan begitu rapuh? Ini pertanyaan yang harus dijawab,” tambahnya.
Keduanya menyeru agar media, masyarakat, dan aparat hukum tidak membisu. Mereka mendesak perusahaan bertanggung jawab atas rentetan kecelakaan kerja yang terus menelan korban di kawasan industri itu.
“Hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan modal. Negara harus berpihak pada rakyat dan keadilan, dan perusahaan harus mengakhiri pelanggara-pelanggaran HAM mereka akibat kealpaan terhadap hak keselamatan hidup warga setempat” tutup Jumran dengan tegas.(*)
Laporan : Redaksi