NEGARA YANG MELULUH DALAM KAMAR MANDIBERUKURAN TIGA KALI TIGA
2 min read
NEGARA YANG MELULUH DALAM KAMAR MANDI
BERUKURAN TIGA KALI TIGA
hujan belum juga turun
tanah kering udara kering
masih belum akan basah
untuk meninggalkan bau tanah
yang aromanya kusuka
aku teringat syair lagu lama
seorang penyanyi idola
yang telah menjadi legenda
“jakarta sudah habis
musim kemarau api
musim penghujan banjir”
aku pun tergoda ikut-ikutan
menuliskan syair dalam puisi baru
gelagat lama di masa pilkada
yang selalu menyisakan rasa haru
“musim pilkada rusuh
selepas pilkada resah
hidup selanjutnya tak lebih mudah”
aku menulis puisi ini
bersebab sedang gelisah
melihat negeri yang kucinta
sedang tak baik-baik saja
melihat pengelola negara
salah menafsirkan hukum konstitusi
menyaksikan warganegara rakyat merdeka
kehilangan kebijaksanaan hidupnya
bersebab kelewat lama sengsara
dan dikhianati kepercayaannya
oleh penguasa negara yang dipilihnya
menyaksikan para pemuka agama
masih saja asyik memperdagangkan sorga
sambil menebarkan ayat-ayat permusuhan
dari mulutnya yang bau comberan
aku menulis puisi untuk menyatakan
keberpihakanku kepada kata-kata
yang empunya daya untuk menolak diam saja
melihat keadaan negara
diporak-porandakan keadaannya
oleh sang pancamuka yang bergonta-ganti muka
seturut kepentingan situasinya
gelisahku bertambah kadar kekuatirannya
menyaksikan perubahan karakter
kolegaku seniman setengah matang
yang menjadi birokrat kesenian
dan pada sore hari setelahnya
aku bacakan puisiku yang setengah jadi
di hadapan perempuan yang kepadanya
aku tak lagi hendak kemana-mana
dunia di dalam dirinya
telah menyudahi pencarianku
akan makna hidup sederhana
dan kebahagiaan sejatinya
perempuan yang daripadanya
anak-anakku dua diperanakan
dan dibesarkan dengan penuh kewaspadaan
seperti biasa dia tak berkomentar apa-apa
baginya puisi buatan suaminya bagus semua
barangkali itu dimaksudkannya
sekadar untuk menyenangkan hatiku saja
atau boleh jadi juga dia memang tak peduli
dengan puisi yang tak pernah mampu
membelikannya barang berharga
kecuali anting-anting perak
yang harganya tidak lebih mahal
dari makanan cepat saji dari italia
ya perempuan memang begitu
lebih suka dan percaya dengan barang nyata
daripada sekadar kata-kata belaka
dan selalu saja sesudah itu
aku dekati dirinya dengan segera
aku genggam tangannya
dengan tak kurang mesra
sebagai don juan
yang menghamba kepada cinta
dan sebagaimana biasanya juga
dia menanggapinya dengan mengucapkan
kalimat yang jenaka
“lihat kiri kanan, banyak motor ugal-ugalan”
genggaman tanganku dicandainya
sebagai genggaman untuk mengajaknya
menyeberang jalan
dan sore pun berlalu
meninggalkan kami berdua
yang bersiap menyambut malam tiba
kami merayakannya
dengan mandi bersama
negara meluluh dalam kamar mandi
berukuran tiga kali tiga
disiram air bekas keramas
rambut kami berdua
Harris Priadie Bah
2 September 2024