LESTARI BUDAYA

November 2, 2024

SUARA AKAR RUMPUT

Perempuan, Pertanian dan Kekuatan Ekonomi

4 min read

Ada persepsi yang salah dalam masyarakat kita tentang perempuan. Perempuan selalu dianggap kaum yang lemah, hanya bergantung kepada laki-laki, rapuh, dan tidak bisa diandalkan. Namun jika kita melihat lebih jauh, perempuan adalah makhluk yang sangat luar biasa; memiliki kecakapan, manajemen yang baik dan lain-lain. Sebagai contoh sederhana ketika sang ibu sejak mulai melahirkan, menyusui, mendidik dan menjaga sang anak, seorang ibu melakukannya sekaligus.

Data membuktikan sektor pertanian Indonesia tidak akan bisa dilepaskan dari peran petani perempuan yang jumlahnya lebih besar dari pada petani laki-laki, yaitu sekitar 76,84% (ST2 013). Tentunya dengan jumlah yang sebesar itu lebih dari cukup mereprensentasikan peran perempuan yang begitu besar di bidang pertanian. Peran perempuan pada kegiatan pertanian sangat substansial.

Dalam berbagai hasil penelitian, kesemuanya menyebut adanya pembagian kerja seksual dimana perempuan melakukan kerja selama proses produksi yang meliputi penanaman, pemeliharaan, panen, pasca panen, pemasaran, baik yang bersifat manajerial tenaga buruh, pada komoditi tanaman pangan ataupun tanaman industri yang diekspor.

Beberapa pekerjaan malah dianggap sebagai pekerjaan perempuan seperti halnya menanam bibit, menabur benih dan menyiang. Tidak hanya itu pada tanaman pangan seperti padi mulai dari penanaman di sawah hingga menjadi nasi untuk di hidangkan ke meja makan paling banyak perannya dimainkan oleh perempuan.

Kondisi ini menjadi sebuh fakta bahwa peranan perempuan di sektor pertanian merupakan hal yang tidak dapat dibantah. Pembagian kerja antara lelaki dan perempuan di dunia pertanian khususnya pertanian tanaman pangan sangat jelas terlihat. Pria umumnya bekerja untuk kegiatan yang memerlukan kekuatan atau otot, sedangkan perempuan bekerja untuk kegiatan yang memerlukan ketelitian dan kerapihan atau yang sifatnya banyak memakan waktu.

Yang menjadi persoalan bagi perempuan petani Indonesia saat ini masih mengalami rintangan dalam banyak hal. Data menyebutkan sekitar 40% petani skala kecil adalah perempuan, yaitu sebesar 7,4 juta pada tahun 2013. Perempuan berperan pada hampir semua tahap produksi namun mereka kekurangan akses terhadap layanan tanah, kredit, dan penyuluhan.

Pada tahun 2003, hanya 1/3 tanah bersertifikat di Jawa yang dimiliki oleh perempuan. Meskipun Undang-Undang Pernikahan 1974 mengatur tentang kepemilikan istri, hal ini jarang dipraktikkan dalam pembuatan sertifikat karena rendahnya tingkat pendidikan dan juga tingginya pola pikir patriarki untuk menempatkan nama pria di sertifikat. Akses lahan yang tidak setara berarti juga akses kredit yang tidak setara, karena sertifikat tanah digunakan untuk agunan kredit. Hal ini memilliki dampak nyata pada kehidupan perempuan petani dan keluarga mereka. (binadesa.org 2014).

Selain akses terhadap kepemilikan tanah dan kredit, penyuluh pertanian lapangan cenderung mengabaikan petani perempuan. Terdapat asumsi bahwa pekerjaan pertanian yang dilakukan oleh perempuan dipandang sebagai pekerjaan sampingan dari pekerjaan rumah tangga mereka atau hanya sebatas membantu laki-laki di bidang pertanian, padahal perempuan merupakan ujung tombak suatu keluarga dan merupakan sumber kekuatan ekonomi bangsa. Bisa terlihat dari keterlibatan dan peran perempuan yang begitu besar di dalam menggerakkan pertanian.

Seperti diketahui, sektor pertanian di Indonesia saat ini masih menjadi ruang untuk rakyat kecil. Kurang lebih 100 juta jiwa atau hampir separuh dari jumlah rakyat Indonesia bekerja di sektor pertanian didominasi oleh perempuan.

Untuk itu, pemerintah perlu mendorong sektor UMKM di bidang pertanian atau turunannya dengan cara memberikan pelatihan, pemberdayaan, pembimbingan, akses terhadap sumber daya, dan kepemimpinan kepeda petani perempuan.

Dengan dorongan tersebut, maka meningkatkan produktivitas pertanian yang didominasi lebih dari setengahnya oleh petani perempuan yang akan berdampak pada peningkatan dan kestabilan pendapatan keluarga.

Selain pemerintah dan stakeholder lainnya yang terkait dengan pembangunan pertanian, untuk mendukung kekuatan ekonomi melalui perempuan dan pertanian diperlukan dukungan dari seluruh eleman masyarakat. Tidak hanya datang dari pemerintah, tetapi diperlukan juga dukungan dari para pengusaha yang bergerak di industri pertanian maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi kemasayarakatan seperti Perempuan Tani HKTI yang konsen terhadap perempuan untuk membangun sektor pertanian.

Pembuat kebijakan perlu memastikan bahwa petani perempuan memiliki akses terhadap sumber daya dan peluang kepemimpinan. Langkah-langkah konkrit terhadap hal ini mencakup peningkatan pendidikan anak perempuan, dorongan partisipasi dan kepemimpinan perempuan dalam organisasi pertanian.

Upaya-upaya harus dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri perempuan. Selain itu, petani perempuan harus dilengkapi dengan pengetahuan tentang metode adaptasi, dan teknologi prakiraan iklim. (binadesa.org 2014).

Pada akhirnya, tujuan dari pembagunan sektor pertanian dengan memberikan dukungan dalam bentuk program-program pertanian yang lebih berpihak kepada perempuan akan meningkatkan pendapatan dan aset perempuan dan ini akan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan rumah tangga.

Hal ini telah terbukti bahwa peningkatan pendapatan dan aset perempuan dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga lebih signifikan daripada peningkatan pendapatan pria. Selain itu, keterlibatan perempuan yang lebih besar dalam organisasi pertanian akan membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih baik dan lebih tepat, serta meningkatkan produksi dan profitabilitas organisasi. (red)

Penulis : Dian Novita Susanto

Dian Novita Susanto adalah Ketua Umum DPN Perempuan Tani HKTI, Ketua Perempuan Sukses Mandiri Foundation, Direktur Utama PT. Perempuan Sukses Mandiri dan Direktur Utama Moeldoko 81 Law Firm.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *