LESTARI BUDAYA

Oktober 6, 2024

SUARA AKAR RUMPUT

Politik Rakyat Biasa

3 min read

Oleh : Dominggus Oktavianus, Sekretaris Jenderal DPP Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA)

Rakyat biasa tidak mengenal “tahun politik”. Rakyat biasa melihat setiap tahun sebagai tahun politik. Setiap bulan sebagai bulan politik. Merasakan setiap hari sebagai hari politik. Hidup, pada dasarnya, adalah politik. Demikian, sehingga Mahatma Gandhi katakan, “siapapun yang mendaku tidak tertarik pada politik, itu sama dengan orang sedang tenggelam yang berkeras bahwa dirinya tidak tertarik pada air.”

Buruh atau pekerja yang menegosiasikan upah, pada dasarnya sedang berpolitik. Petani yang menuntut akses atas lahan garapan, atau meminta jaminan atas ekosistem lingkungan yang menjamin produktivitasnya, juga sedang berpolitik.

Pedang kecil yang menggugat pemberlakuan PPKM di tengah pandemi lalu, sejatinya sedang berpolitik. Anak yang tak bisa sekolah, ibu yang bunuh diri karena tak sanggup menanggung beban ekonomi, sampai keberadaan “manusia perak” di antara gembel ibukota, adalah fenomena sosial yang lahir sebagai akibat keputusan-keputusan politik.

Hanya saja, mungkin, pandangan politik kelompok-kelompok sosial yang dituangkan dan disepakatkan menjadi pandangan politik kolektif dalam partai politik, belum menjadi sesuatu yang wajar dan meluas. Partai politik masih menjadi cermin kepentingan beberapa individu yang paling kuat ketimbang kepentingan anggotanya. Ideologi partai politik masih seragam secara hakekat. Perbedaan hanya pada corak dan warna. Ada yang nasionalis saja, ada yang nasionalis-religius, ada religius-nasionalis, dan ada yang religius saja. Ketika sampai pada persoalan-persoalan fundamental ekonomi-politik Rakyat, semua akan bersikap sama.

Seoarang kawan, dalam semacam kursus politik tingkat dasar yang pernah saya ikuti, menyebut “depolitisasi” oleh rezim Orde Baru sebagai asal masalah. Maksud depolitisasi adalah orang-orang biasa dijauhkan dari politik, kemudian menjadikan politik sebagai sesuatu yang berbahaya, bahkan tercela. Diceritakanlah sejarah bangsa ini dari perjuangan kemerdekaan hingga era liberalisasi sekarang. Kediktatoran yang militeristik sudah ditinggalkan, dan sekarang kita berada dalam kediktatoran uang. Sedemikian hebatnya uang, benda ciptaan manusia ini, hingga ia bisa membeli apa saja, termasuk kekuasaan dan keadilan.

Pun demikian, masih menurut kawan saya ini, kita beruntung karena masih memiliki Pancasila. Bukan saja sebagai alat pemersatu, tapi juga sebagai sumber gagasan untuk perubahan ke arah yang lebih baik dan semakin baik. Politik Rakyat Biasa dijalankan atas dasar Pancasila ini, dengan pendalaman dan pembacaan pada konteks, sehingga senantiasa relevan digunakan untuk menjawab persoalan Rakyat. Salah satu yang paling hilang dari Pancasila di tengah situasi sekarang adalah Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Menerapkan keadilan sosial, bagi kita, tidak terbatas pada tolong-menolong atau orang punya berlebih membantu orang yang kekurangan. Kita butuhkan tatanan yang baru. Kita perlu mengganti struktur kekuasaan ekonomi-politik yang timpang. Struktur kekuaskaan ekonomi-politik saat ini hanya menguntungkan sedikit orang dan menjadikan banyak orang lain (rakyat biasa) sebagai obyek pasif yang cukup menerima saja apa yang terjadi. Jauh dari Pancasila. Jauh dari cita-cita bernegara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Untuk membangun tatanan baru ini, untuk mengganti struktur kekuasaan ekonomi-politik ini, rakyat biasa membutuhkan satu partai politik bersama. Apakah harus partai politik? Tidak harus, tapi partai politik adalah lembaga yang paling memiliki legitimasi untuk menjadi alat bagi perubahan-perubahan yang disebutkan tadi. Dalam desain konstitusi kita, hanya partai politik yang memungkinkan orang mendapatkan kekuasaan politik, baik di legislatif maupun eksekutif.

Sekarang, rakyat biasa sedang membangun partai politiknya sendiri. Tanpa bandar politik, tanpa tokoh besar, partainya rakyat biasa ini sudah meluas ke 34 provinsi, 469 kabupaten/kota, ribuan kecamatan, dan dukungan ratusan ribu anggota. Capaian ini tidak mungkin diperoleh tanpa semangat dan pilihan sadar dari segenap pengurus tentang pentingnya memajukan “politik rakyat biasa”.

Tidak saja dalam kontestasi 2024 yang akan datang, tapi dalam keseharian hidup, menjalankan fungsi partai politik dalam memberikan pendidikan politik kepada Rakyat, atau lebih tepatnya: belajar bersama Rakyat.

Jakarta, H-17 Pendaftaran KPU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *