LESTARI BUDAYA

September 16, 2024

SUARA AKAR RUMPUT

PEMILU 2024 : Harapan Perempuan Kesetaraan Gender Diwujudkan

4 min read

Oleh: Feby Rahmayana (Ketua Bidang Perempuan, Kesehatan, dan Kesetaraan Gender EN LMND)

“Sekarang Hak pilih telah diberikan kepada kita, jika kita dipilih oleh kaum laki-laki, dapatlah kita duduk dalam gemeenteraad. Dengan kepercayaan penuh, bahwa kaum laki-laki kita akan suka meluangkan tempat bagi saudaranya kaum perempuan, kita mengerti juga, bahwa hak pilih itu belum cukup. Dengan hak tersebut belum dapat kita memilih mereka, yang sebenarnya kita anggap cakap dan sesuai dengan pilihan kita sendiri akan dijadikan wakil kita”. (Nj. Tumenggung, 1938).

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Nj Datu Tumenggung. Dia adalah salah satu anggota organisasi kongres perempuan Indonesia (KPI). Pernyataan tersebut disampaikan di forum kongres KPI yang ketiga di bandung tahun 1938. Isu yang diperjuangkan saat itu adalah hak pilih perempuan. Sebelum Indonesia merderka perempuan tidak memiliki hak pilih.

Beberapa organisasi perempuan memperjuangkan hak pilih perempuan agar mereka bisa menentukan pilihan sendiri yang dianggap mampu untuk dijadikan wakil. Perjuangan perempuan untuk mendapatkan hak pilih dimulai dari organisasi Asosiasi hak pilih perempuan Belanda Vereeniging Voor Vrouwenkriesrecht (VVV), yang mendirikan cabangnya di Hindia-Belanda pada tahun 1908 yang bertujuan untuk memasifkan kampanye hak pilih bagi perempuan.

Sejarah Perjuangan Perempuan Memperoleh Hak Pilih

Tahun 1915 Organisasi Asosiasi Hak Pilih Perempuan Belanda (VVV) cabang hindia-belanda meminta ratu belanda untuk mendukung kesetaraan dalam pemilihan Dewan kota, namun permintaan itu di tolak.

Tahun 1917 Penyelenggaraan pemilihan anggota Volksraad untuk pertama kalinya di laksanakan. Dari 38 anggota Volsraad, hanya sebagian yang dipilih sisanya diangkat langsung oleh gubernur jendral. Pribumi sendiri hanya memiliki 15 jatah kursi, dimana 10 dipilih dan 5 diangkat langsung oleh gubernur jendral. Perempuan belum mempunyai hak pilih dalam pemilihan tersebut.

Tahun 1919 Perempuan di negeri belanda akhirnya mendapat hak pilih dalam Pemilu. VVV kemudian memasifkan kampanye hak pilih perempuan di Negara jajahan. VVV Cabang hindia belanda kemudian berganti nama menjadi Vereeniging voor vrouwen kiesrecht in nederlands indie ( Asosiasi Hak Pilih Perempuan di Hindia Belanda)

Tahun 1925 Parlemen belanda yang sudah diisi oleh perwakilan perempuan berhasil menghapus kalimat dalam perundang-undangan hindia belanda yang menyatakan bahwa hak pilih ekslusif milik laki-laki. Ini artinya bahwa, perempuan boleh punya hak pilih. Namun, pemerintah colonial dan volksraad yang konservatif menolak tuntutan VVV terkait hak pilih perempuan.

Tahun 1934 VVV berniat untuk membatalkan tuntutannya kepada pemerintah colonial terkait hak pilih perempuan, termasuk hak pilih perempuan pribumi, dengan hanya mengajukan hak pilih perempuan eropa saja untuk volksraad. Akan tetapi, maneuver tersebut berhasil digagalkan oleh Nj Datuk Tumenggung disidang tahunan VVV 1934.

Tahun 1937 Anggota Volksraad, Razoux Schultz-Metzer mengajukan sebuah tuntutan yang harus segera disetujui Volksraad mendesak pemerintah colonial segera memberikan hak pilih perempuan seluruh ras. Di tahun yang sama, pemerintah colonial menjalankan reformasi walaupun setengah hati dengan mengakui hak pilih pasif bagi semua perempuan tanpa memandang ras pada pemilihan dewan kota praja.

Tahun 1945 Indonesia berhasil memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 agustus 1945. Sehari setelah itu konstitusi republic Indonesia (UUD 1945) disahkan, yang mengakui kesetaraan hak laki-laki dan perempuan termasuk mengakui hak memilih dan dipilih. Pada tanggal 29 agustus 1945 komite nasional Indonesia pusat (KNIP) merupakan badan yang mempunyai fungsi menyerupai parlemen dibentuk oleh pemerintah republic indonesia, ada lima orang perempuan yang terpilih sebagai anggota. Keterwakilan Perempuan di Parlemen.

Perjuangan panjang untuk memperoleh hak pilih perempuan sampai pada tahun 1955 Pemilu pertama kali diselenggarakan di Indonesia perempuan berperan aktif dengan memperkenalkan partai pada masyarakat dan kelompok-kelompok perempuan sebagai bentuk edukasi dan memperkenalkan ideology partai politik tertentu sampai dengan melibatkan diri dalam pencalonan untuk menjadi anggota parlemen. Sehingga ada 19 perempuan yang berhasil terpilih sebagai anggota parlemen (DPR).

Keterwakilan perempuan dalam parlemen membawa beberapa agenda program : memperjuangkan UU Perkawinan yang adil, menolak peraturan presiden No.19 Tahun 1952 tentang uang pensiunan janda PNS, Pembuatan lembaga pengadilan anak, memperjuangkan penghapusan buta huruf, dan memperjuangkan kesejahteraan nasib buruh.

Sampai pada meletusnya tragedi 1965 menjadi malapetaka bagi gerakan perempuan. Kebijakan Negara yang mematikan gerakan perempuan dengan melarang perempuan untuk berorganisasi terkecuali suaminya adalah perangkat Negara sehingga gerakan-gerakan progresif pun punah seiring dengan berjalannya waktu dan hamper tidak ada lagi perempuan yang tampil di public peran mereka telah didomestifikasi oleh Negara secara terstruktur.

Di era reformasi kebebasan berpendapat di muka umum dan kebebasan untuk berorganisasi dan berpolitik bagi seluruh masyarakat kembali di peroleh. Sebagian perempuan kembali mengisi ruang-ruang politik baik eksekutif maupun legislatif bahkan Indonesia pernah dipimpinan oleh seorang perempuan.

Namun, ternyata hal tersebut belum mampu merepresentasikan hak-hak perempuan. Doktrin lama yang masih mengakar dalam system kita tidak mampu membuat perempuan untuk menciptakan kebijakan yang mensejahterakan perempuan.

Keterwakilan perempuan dalam parlemen hanya untuk memenuhi kuota 30% yang telah diatur dalam undang-undang Pemilu bukan untuk memutuskan suatu kebijakan. Faktanya diskriminasi terhadap perempuan masih sangat massif terjadi.

Kekerasan dalam rumah tangga masih sangat tinggi, kekerasan seksual terjadi hamper setiap saat, banyak buruh perempuan yang mengalami diskriminasi di tempat kerja, perempasan tanah terjadi dimana-mana, kurangnya jaminan kesehatan reproduksi terhadap perempuan, pelaku UMKM masih sulit mendapatkan bantuan modal, system pendidikan tidak lagi didasarkan pada memerdekakan pikiran melainkan focus pada lapangan pekerjaan yang memadai ketika kita berpendidikan tinggi.

Harapan Perempuan Pemilu 2024

Hak pilih perempuan tidak serta merta didapatkan begitu saja melainkan melalui perjuangan yang sangat panjang. Seiring berkembangnya zaman bukan hanya pilih yang diperoleh oleh perempuan melainkan mendapatkan kesempatan untuk dipilih dalam setiap momen Pemilihan Umum.

Namun, dibeberapa kesempatan perempuan belum mampu mempengaruhi sebuah kebijakan untuk kesejahteraan. Pemilu akan kembali dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang Hak pilih perempuan harus digunakan sebaik mungkin karena akan menentukan nasib kita lima tahun kedepan.

Kesadaran politik harus ditumbuhkan, sebab politik akan menjadi alat menuju keadilan sosial seperti apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Calon presiden dan Wakil Presiden, Calon Legislatif harus mampu menyentuh persoalan mendasar perempuan dan kesetaraan gender harus menjadi program prioritas.

Pemilu harus dijadikan ajang pertarungan ide dan gagasan sehingga system ekonomi politik yang carut marut dapat diperbaiki, menuju Indonesia maju. Jangan jadikan Pemilu sebagai ajang untuk memenuhi atau memenangkan kepentingan segelintir orang. Agar diskriminasi di bidang ekonomi, politik, social, budaya, pendidikan, dan kesehatan tidak lagi dirasakan oleh masyarakat khususnya perempuan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *