LESTARI BUDAYA

Februari 15, 2025

SUARA AKAR RUMPUT

Pertambangan di Maluku Utara Ugal-ugalan Membawa Malapetaka.

3 min read

Provinsi Maluku Utara Potret eksploitasi pertambangan dilakukan selalu bersinggungan dengan lingkungan, baik lingkungan hidup maupun lingkungan sosial. Dengan kata lain ketika bumi pertambangan dirombak maka lingkungan juga ikut dirombak. Persoalannya adalah bagaimana pengelolan lingkungan itu dilakukan sehingga eksploitasi tambang (perombakan bumi), lingkungan tetap terjaga, terpelihara dan tidak ikut rusak.

Fakta membuktikan perusahaan yang mengelola tambang pasti salah satu sarat yang diikutsertakan untuk pengurusan IUP (izin Usaha Pertambangan) maupun KK (Kontak Karya ) adalah dokumen Amdal yang menggambarkan tata cara pengelolaan lingkungan wajib dilakukan. Akan tetapi banyak juga perusahaan yang menyalahgunakan document Amdal, atau Amdal yang disusun dengan merusak lingkungan sehingga menyimpang dari aspek pengelolaan lingkungan sebagai sarat utama terabaikan.

KTT Bumi yang diselenggarakan oleh PBB Tahun 1994 di Rio de Jenerio yang dihadiri oleh 172 negara termasuk Indonesia, menghasilkan rekomendasi di antaranya menyetujui konsep Green Economy (ekonomi hijau atau ekonomi ramah lingkungan) sebagai solusi pembangunan berkelanjutan dan penurunan angka kemiskinan, mengingatkan kita semua adanya bahaya yang menghadang di depan jika perombakan bumi dilakukan tanpa mengabaikan pengelolan lingkungan yang baik sesuai tatanan keadaban bumi sebagai ciptaan Tuhan.

Rekomendasi KTT Bumi di Rio de Jenerio tersebut telah meletakkan dasar bagi negara-negara di dunia, termasuk Indonesia untuk mengelola lingkungan dengan baik, menjaga kelestariannya sehingga aspek pembangunan ekonomi berkelanjutan terjaga dan terkelola dengan baik.

Bumi adalah ciptaan Tuhan, diperuntukkan untuk kehidupan umat manusia, merusak bumi sama dengan merusak ciptaan Tuhan. Karena bumi yang rusak berdampak pada keberlanjutan kehidupan umat manusia. Sadar ataukah tidak eksploitasi kekayaan alam Indonesia termasuk pertambangan, (merombak bumi) kandungannya suatu waktu akan habis. Padahal di atur dalam UUD 1945 Pasal 33 Tentang Bumi air tanah dan seluruh kekayaan alam dikuasai oleh negara dan di peruntukan untuk kemakmuran rakyat. Tapi nyatanya berbanding terbalik di kuasai oleh oligarki negara dan peruntukan untuk investor asing.

Karena bumi yang rusak berdampak pada keberlanjutan kehidupan umat manusia. Sadar ataukah tidak eksploitasi kekayaan alam Indonesia termasuk pertambangan, suatu waktu akan habis karena sumber daya alam pertambangan sifatnya tidak terbarukan, semakin luas eksploitasi semakin luas juga jangkauan kerusakan lingkungan sosial.

Ada begitu banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup dan lingkungan sosial terabaikan dan tidak dilaksanakan di antaranya UU No.32Thn.2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, Jo PP No.22 Tahun 2021Tentang penyelengaraan perlindungan dan Pengelolaan Hidup Jo PP No.21 Tahun 2021 Tentang Penataan ruang, dan masih banyak aturan perundang-undangan yang tersirat pada aspek pengelolaan pertambangan dan kehutanan.

Dampak yang ditimbulkan adalah rusaknya lingkungan, danau dan air laut yang tercemar, banjir bandang yang menenggelamkan perkampungan, runtuhnya infrastruktur jalan dan jembatan, ribuan warga kehilangan tempat tinggal, dan potret lingkungan sosial yang hancur, semuanya terjadi pertanda rusaknya telah terjadi kerusakan lingkungan. Rusaknya lingkungan berarti rusaknya bumi.

Seperti kerusakan yang terjadi di Halmahera Tengah desa Lokulamo dan sekitarnya akibat banjir yang mengakibatkan semua rumah tenggelam dan rusak, beruntung belum memakan korban hingga meninggal dunia.

Di Indonesia khusus Maluku Utara, banyak perusahaan pertambangan yang saat ini melakukan eksploitasi besar-besaran. Menggali, mengambil hasil bumi pertambangan, (nikel dan emas) untuk diolah dan dijual. Thema yang diangkat adalah hilirisasi-sebut saja beberapa perusahaan seperti PT. Harita Nikel Group di Halmahera Selatan, PT.Indonesia Weda Bay Industrial Park Halmahera Tengah, PT. Aneka Tambang, PT. WKM di Halmahera Timur dan PT. Nusa Halmahera Mineral (NHM) di Halmahera Utara.

Keberadaan perusahaan pertambangan tersebut tidak saja berdampak pada pembangunan ekonomi saja, akan tetapi juga berdampak pada pengelolaan lingkungan hidup maupun lingkungan sosial. Hilirisasi adalah kemandirian Indonesia untuk mengelola pertambangan, endingnya adalah kesejahteraan dan terkelola lingkungan dengan baik. Hilirisasi dengan merusak bumi adalah tindakan kebiadaban yang tidak bisa ditoleransi.

Yang harus di ingat dan menjadi perhatian khusus setiap pertambangan adalah lingkungan sosial di desa-desa lingkar tambang, membangun infra struktur pendidikan, kesehatan, pelatihan UKM, pembangunan rumah ibadah dan prasarana lainnya harus di penuhi.

Penulis :
Ketua Wilayah LMND Maluku Utara
Mujahir Sabihi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *