Prakondisi Sumpah Pemuda, Menyibak Soal yang Belum Selesai
2 min readPenulis: Jurnalis Supi | Editor: Kp
Suarapinggiran.online, Kendari – Penembakan mahasiswa setahun silam dalam aksi demonstrasi #ReformasiDikorupsi di Kendari, tepatnya 26 September 2019, hingga hari ini masih menyisakan sengkarut pertanyaan; belum menemukan titik terang.
Tak berarti surut. Aliansi Keluarga Besar Yusuf Randi (AKBYR) tetap merawat konsistensi untuk terus mengawal kasus tersebut, baik dengan cara-cara yang persuasif maupun menggalakan demonstrasi.
Tentu saja selain harapan keluarga korban (Yusuf dan Randi) memperoleh keadilan, menekan kemungkinan tragedi yang sama terulang kembali juga menjadi prioritas.
Bangun Konsolidasi
Menjelang peringatan Sumpah Pemuda yang jatuh pada Rabu (28/10/2020) besok, AKBYR akan merangkaikannya dengan aksi unjuk rasa (direncanakan) di Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara.
Tentu muatan isu utama adalah kasus penembakan mahasiswa agar segera diselesaikan, selain cabut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang kini masih disuarakan penolakannya di sejumlah kota di Indonesia.
Bersamaan dengan itu, konsolidasi di kampus-kampus dan organisasi mahasiswa terus digalakkan.
Hingga berita ini dimuat, setidaknya, beberapa simpul gerakan telah menyatakan sikap akan bergabung.
Di antaranya, Front Rakyat Sultra Bersatu (Forsub), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Kendari (BEM FT UMK) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara (BEM FT Unusra).
Berangkat dengan hal tersebut di atas, Ketua Bem FT Unusra, Hairul Zaman, mengatakan bahwa aksi unjuk raksa yang akan dilaksanakan besok tidak saja sebagai seremonial belaka.
“Bukan sekadar momentum. Jauh daripada itu, ada kerja-kerja kemanusiaan yang tetap dijalankan, dan ingatan terhadap mereka (Yusuf dan Randy) adalah spiritnya,” katanya saat memberi keterangan kepada Jurnalis Suarapinggiran.online sewaktu mengadakan aksi prakondisi Sumpah Pemuda pada Selasa (27/10/2020) sore di sekitar Tugu Adibahasa.
Zaman juga menambahkan, bahwa prakondisi ini tidak lain untuk memberi pesan bagi, terutama pihak kepolisian, bahwa keadilan tetap akan tegak sekalipun ia dipatahkan berulangkali.
Untuk diketahui, aksi prakondisi Sumpah Pemuda ini dilakukan di sejumlah titik di Kendari: simpang Pasar Baru, pertigaan Kampus Universitas Halu Oleo dan Tugu Adibahasa.
Penegakan Hak Asasi Manusia
Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia adalah “barang usang” yang tak diperhatikan negara. Bahkan, hampir pasti menjadi “yang liyan”, tak dipedulikan.
Padahal, konstitusi — sebagai dasar hukum segala peraturan — menjamin hal itu di dalamnya.
Seperti kita tahu, ada banyak kasus pelanggaran HAM yang hingga hari ini belum diselesaikan. Dari mulai peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius (Petrus) 1982, hingga peristiwa kerusuhan 1998. Ini belum jika kita menyibak tabir penghilangan orang secara paksa.
Mengendapnya sederet kasus di atas tentu memberi sebuah asumsi dasar kepada kita, bahwa, negara tak pernah hadir sehingga, bukan tak mungkin kasus-kasus pelanggaran HAM yang lain akan menyusul-mengendap.
Namun, tentu, suara perlawanan sekecil apapun mesti dibunyikan, sebab kebenaran selalu tinggal dalam kesunyian yang paling nyaring.***