Ramai-ramai Tolak Pembayaran Damsos, Warga Pemilik Lahan Surati KPK dan Komnas HAM : Lapor Dugaan Korupsi dan Pelanggaran HAM
3 min read
Unaaha, suarapinggiran.com
Kisruh berkepanjangan dalam pelaksanaan Pembayaran Damsos pada PSN Bendungan Ameroro semakin menjadi. Warga pemilik lahan yang telah diumumkan selaku penerima ganti rugi lahan dan serta ganti rugi dampak sosial proyek tersebut terus mengungkap ketidakadilan yang menimpa mereka dengan pantang menyerah.
“Dengan ini kami menyatakan menolak dan atau tidak menerima Keputusan Gubernur tersebut atas Ganti rugi lahan dan Ganti rugi dampak sosial yang di berikan kepada kami” tegas salah satu korban, pada konferensi pers yang sengaja mereka gelar hari ini, Minggu (09/03/2025)

Warga yang notabene merupakan petani dan pemilik asli lahan di area tersebut menyebut seluruh proses penanganan pembayaran damsos ini penuh dengan rekayasa. Pasalnya, sejumlah nama-nama pemilik lahan yang diumumkan ternyata tidak memiliki lahan di atas obyek terdampaK PSN itu.
“hal itu dilakukan dengan membuat data-data palsu, dengan suatu skenario menghilangkan terlebih dahulu bukti-bukti baik fisik maupun surat berupa SKGL di atas obyek, dengan mengantikan dan atau membuat surat keterangan lahan garap yang obyeknya adalah tanah masyarakat asli” ungkap perwakilan warga dalam pernyataan resmi mereka.
Warga petani menyebut, penerima ganti rugi sebagian besar adalah orang-orang yang tidak dikenal dan sama sekali bukan pemilik lahan. Guna membuktikannya sangat sederhana, yakni dengan menanyakan langsung kepada penerima fiktif itu letak obyek tanah yang mereka klaim beserta batas-batas areanya.

Sebelumnya, Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Kabupaten Konawe (06 April 2022) dengan hasil berupa Rekomendasi Nomor 170/177/2022, tentang aspirasi masyarakat Desa Amaroa, Desa Tamesandi dan Desa Tawarotebota telah disepakati proses penentuan wilayah adminsistrasinya mengacu pada peta BIG sebagaimana telah dilakukan pada proses sebelumnya berdasarkan amanah Perda No. 4 Tahun 2020. Sayangnya, rekomendasi yang memiliki kekuatan hukum ini ternyata tidak diindahkan.
Karenanya, Kementerian PUPR, BWS Sulawesi IV, ATR/BPN, Mendagri dan Pemerintah terkait lainnya diduga sengaja membiarkan ketidakjujuran dalam proses penyelenggaraan ganti rugi lahan dan ganti rugi dampak sosial PSN ini.

“Sehingga dengan mengingat keadilan dan serta prinsip dalam Negara Hukum, yang dalam prkatek penyelanggaraan ganti rugi lahan ini, seluruhnya dilaksanakan dengan berbagai ketimpangan hukum, yakni pelanggaran prinsip penyelenggaraan ganti rugi, indikasi pemalsuan dokumen, Rekomendasi DPRD Kabupaten Konawe dan surat DPRD Povinsi Sulawesi Tenggara yang ternyata diabaikan” terang warga pemilik lahan.
Warga petani korban dugaan manipulasi data kepemilikan ini juga menyebut telah terjadinya pelanggaran HAM dalam penanganan damsos PSN ini yang karenanya kepada Komnas HAM RI pengaduan telah dilayangkan untuk kemudian segera diusut tuntas hingga ke akar-akarnya.

“Malam ini juga kami telah mengadukan nasib kami yang telah dilanggar hak-haknya kepada Komnas HAM RI, Pelanggaran HAM telah terjadi disini” sebut salah satu perwakilan warga.
Tak hanya itu, warga petani juga diketahui telah melakukan pelaporan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak pekan lalu terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan dan korupsi penyelenggara negara serta oknum-oknum terkait dengan status pelaporan telah diterima dan sedang diverifikasi.
Kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, eksekutif, legislatif serta yudikatif, warga korban meminta untuk segera dilakukannya pemeriksaan menyeluruh atas segala ketimpangan dan indikasi korupsi dalam penyelenggaraan ganti rugi lahan dan damsos pembangunan Bendungan Ameroro ini.
“pernyataan kami ini sebagai bentuk keberpihakan kita semua dalam menegakkan keadilan, Jika permintaan kami tidak di laksanakan maka kembalikan tanah masyarakat sebagaimana sediakala” tegas warga sebelum menutup konferensi pers mereka. (*)
Laporan : Redaksi