Rapat Akbar Gerakan Reforma Agraria, Ikhtiar KPA bersama Akar Rumput
2 min readPenulis: Iskandar Wijaya | Editor: Kp
Suarapinggiran.online, Konsel – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) melaksanakan kunjungan ke basis yang bertempat di Desa Roda Upt. Roda Kec. Kolono, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) – dalam agenda Rapat Akbar Gerakan Reforma Agraria pada Kamis (19/11/2020).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh tokoh masyarakat Desa Roda, Ketua STKS Konsel, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kendari, Dewan Nasional KPA, dan sekitar 300 masyarakat Upt. Roda dan seluruh ranting di Konsel.
Dalam kegiatan itu, melalui Sekretaris Nasional (Seknas) KPA, Kepala Departemen Penguatan Organisasi, Syamsudin, mengatakan bahwa agenda reforma agraria merupakan perjuangan yang berat.
“Ada tiga hal yang harus disiapkan oleh organisasi tani dalam pelaksanaan reforma agraria. Pertama, data yang akurat mengenai tanah dan kepala keluarga. Kedua, organisasi yang kuat untuk mendukung pelaksanaan reforma agraria, dan ketiga ialah kemauan politik pemerintah untuk melakukan reforma agraria,” jelasnya.
Menurutnya, lanjut Syamsudin, pelaksanaan reforma agraria mesti terus didorong terutama di tengah ketimpangan penguasaan tanah yang terjadi di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan catatan KPA yang menyebutkan bahwa ada satu orang menguasai jutaan hektar tanah, sehingga konflik agraria di Indonesia terus terjadi.
Selain memberi penguatan kepada organisasi tani, kegiatan Rapat Akbar Reforma Agraria ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai reforma agraria dan bahaya UU No. 11 Tahun 2020 yang, itu tertuang dalam paket Undang-Undang Omnibus Law.
Syamsudin mengatakan bahwa landasan kita menolak Undang-Undang tersebut salah satunya ialah pembahasan Omnibus Law yang tidak partisipatif; di mana rakyat tidak dilibatkan baik dalam penyusunannya maupun pembahasannya.
Lebih lanjut, Syamsudin mengatakan bahwa Omnibus Law sangat haus akan tanah dan memiliki potensi besar merusak lingkungan, karena itu hukumnya wajib terutama bagi petani untuk menolak Omnibus Law.
“Persatuan dan kesatuan dalam organisasi petani menjadi penting dan mesti terus disolidkan. Sebab ke depan perjuangan akan lebih berat setelah disahkannya Omnibus Law ini,” pungkas Syamsudin.
Untuk diketahui, kegiatan ini dilakukan di dua wilayah di Sultra: Di Upt. Roda Kec. Kolono dan di Desa Lalolara, Kec. Labandia, Kab. Kolaka Timur (Koltim).
Rapat Akbar ini pula sekaligus mendeklarasikan penolakan UU No 11 tahun 2020 dan meminta kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menyelesaikan konflik agraria yang telah mengendap lama di tanah Konsel. (SUPI)