Tanggapi Kritikan PDIP, Sekjen PRIMA : Bung Hasto, Tak Perlu Menggurui Kami Tentang Konstitusi
2 min read
suarapinggiran.com, Jakarta – Kritikan PDI Perjuangan terhadap Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) lantaran telah melakukan gugatan ke PN Jakarta Pusat dibalas tajam oleh Sekjen Partai PRIMA, Dominggus Oktavianus melalui siaran persnya, Sabtu (4/3)
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP Perjuangan dalam pernyataannya hari ini di Lapangan Banteng, Jakarta (4/3) menilai Partai PRIMA tidak patuh terhadap konstitusi. Bahkan, ia juga menuding PRIMA sedang menggunakan celah hukum untuk menunda agenda Pemilu lima tahunan.
Berekasi tegas atas pernyataan itu, Dominggus Oktavianus meminta sekjen partai berlambang kepala banteng itu untuk tidak seolah-olah sedang menggurui partai PRIMA. Ia menjelaskan, bahwa semua jalur yang telah di tempuh Partai PRIMA adalah konstitusional.
“Bung Hasto tidak perlu menggurui kami tentang Konstitusi. Semua jalur yang kami tempuh adalah konstitusional. Dan persoalan hak sipil-politik itu adalah hak asasi yang dilindungi Konstitusi dan UU No.12/2005” Terangnya.
Menurutnya, Justru KPU yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dimulai dengan tidak mematuhi secara penuh Putusan Bawaslu hingga menghilangkan hak legal partai PRIMA yang kemudian menjadi biang upaya permohonan PRIMA akhirnya ditolak pihak PTUN.
Selain itu, Dominggus Oktavianus yang juga merupakan mantan aktivis PRD itu menyarankan Hasto Kristiyanto untuk tidak perlu menggurui soal politik yang berakibat seakan menunjukkan Superioritas PDIP terhadap PRIMA.
“Pernyataan Bung menunjukkan perasaan superior Bung atas Partai kami. Mungkin Bung perlu ketahui, Ketua Umum PRIMA, Bung Agus Jabo Priyono, sudah mengadvokasi rakyat di desa-desa sejak awal 1990-an, kemudian mengorganisir perlawanan terhadap Orba sepanjang dekade tersebut” tegasnya.
Dominggus berbalik mempertanyakan apa yang telah dilakukan Hasto Kristiyanto dalam periode perlawanan aktivis PRD (Unsur Pimpinan PRIMA saat ini) yang diketahui kemudian berhasil menumbangkan rezim otoriter Soeharto kala itu.
“Saya tidak tahu pasti apa yang Anda lakukan pada periode itu. Sedikit rasa hormat akan membantu kami menghormati Anda” imbuhnya lagi.
Lebih jauh, Dominggus menjelaskan bahwa hakikat demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Pemilu, dalam penjelasannya, hanya salah satu mekanismenya. Jika mekanisme tersebut dijalankan secara tidak benar alias bobrok, oleh penyelenggara yang juga bermasalah, maka hasilnya pula adalah serupa (bobrok). Dengan demikian, Kedaulatan rakyat tidak pula tercipta dan terlaksana jika terus didiamkan. (*)