Terbukti Kebun Warga Matawine, Sidang Kasus Penggusuran Sepihak Pemda Buteng Terus Berlanjut
2 min readSuara Pinggiran – Buton Tengah
Sengketa lahan antara warga Desa Matawine Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah Sulawesi Tenggara melawan Pemerintah Daerah Buton Tengah terus berlangsung. Perkara dengan nomor 16/Pdt.g/2022/PN.Psw tersebut telah melalui proses sidang Pemeriksaan Setempat (PS) pada Jum’at 21 Oktober 2022 beberapa hari lalu.
Majelis hakim pemeriksa perkara pada Pengadilan Negeri Pasarwajo turun langsung dan melakukan pemeriksaan lahan sengketa yang digugat. Sejumlah aparat keamanan baik dari TNI maupun kepolisian turut mengawal jalannya agenda sidang pemeriksaan setempat.
Para Penggugat yakni warga Desa Matawine Kecamatan Lakudo berbondong-bondong hadir untuk menyaksikan jalannya pemeriksaan tersebut didampingi oleh kuasa hukum para Penggugat, Muhammad Basri Tahir, S.H.
Diwawancarai media ini, Kuasa Hukum yang juga adalah Direktur Lembaga Bantuan Hukum Rakyat (LBHR) Sultra itu menuturkan pihaknya akan terus mendampingi dan melakukan upaya-upaya hukum yang diperlukan demi tercapainya keadilan bagi para korban.
Pada agenda pemeriksaan tersebut, dalil-dalil gugatan Penggugat melalui fakta kepada Majelis hakim pemeriksa perkara telah disampaikan. Diantaranya bahwa tanah lahan yang digusur pihak Pemda Buton Tengah melalui Dinas PUPR itu benar-benar merupakan kebun jangka panjang para Penggugat.
Selain pemilik telah sejak lama memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami komoditas jambu mete, lahan mereka itu juga merupakan lokasi Pemakaman leluhur masing-masing pemilik. Ironisnya, penggusuran sepihak itu dilakukan tanpa melalui proses pemindahan terlebih dahulu.
“setiap kebun milik para penggugat yang turut digusur itu tanpa dipindahkan sama sekali. Para pemilik lahan pun telah menjelaskan bahwa selama ini Penggugatlah yang menguasai dan mengelola kebun jambu yang diklaim sepihak oleh Pemda itu” Ujarnya.
Untuk diketahui, selain bahwa dalih Pemerintah daerah Buteng dalam melalukan penggusuran lahan tersebut adalah akta hibah yang diibuat oleh PPATs saat itu, lahan tersebut diklaim pula tidak dikelola pemilik hingga layak dikembali ke negara.
Namun faktanya, pembuatan dan akibat dari produk tersebut diduga cacat hukum. Pihak yang berstatus sebagai pemberi hibah terbukti bukanlah pemilik dan pengelolah lahan yang dimaksud.
Kasus yang sejak awal dikordinir Partai PRIMA Buteng Tengah mulai dari konsolidasi gerakan hingga pada pengusulan Kuasa Hukum ini perlahan menuju titik terangnya. Laode Sarimin, Ketua Partai yang dikenal sebagai partainya Rakyat Biasa ini untuk kesekian kalinya menegaskan keharusan pihak-pihak yang telah merugikan warga tersebut untuk bertanggungjawab dengan penuh. Keadilan menurutnya harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
“kami partai Prima Buteng tetap mengawal kasus ini dengan konsisten. Dan sekali lagi kami tegaskan agar pihak-pihak yang telah menciderai rasa keadilan warga desa Matawine untuk bertanggung jawab penuh atas tindakan mereka dengan segera” imbuhnya.
Berdasarkan informasi terkahir yang dihimpun, agenda sidang pemeriksaan saksi dari penggugat terkait sengketa ini akan dilaksanakan pada 1 November 2022 mendatang. (*)