Ancam Ekosistem Konservasi, LMND Bali Desak Proyek Floating FSRU LNG Sidakarya Direlokasi
2 min read
DENPASAR, suarapinggiran.com –
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bali meminta agar proyek Floating Storage Regasification Unit (FSRU) LNG Sidakarya direlokasi ke wilayah offshore atau laut lepas sejauh minimal 10 kilometer dari garis pantai.
Ketua LMND Bali, I Made Dirgayusa, mengatakan jika tidak direlokasi dari posisi yang direncanakan proyek ini dapat mengancam keberlangsungan ekosistem konservasi Tahura Ngurah Rai serta menimbulkan risiko sosial, ekonomi, dan hukum yang signifikan.
Dalam analisis yang dilakukan LMND Bali terhadap dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) proyek FSRU LNG, ditemukan berbagai kelemahan terutama pada aspek perlindungan lingkungan dan keselamatan.

Menurut Dirgayusa, proyek yang berada di kawasan konservasi SEKARTANUR (Serangan, Sidakarya, Mertasari, dan Sanur) ini dapat merusak fungsi ekologis penting dari Tahura Ngurah Rai, termasuk potensi pelepasan ribuan ton CO₂ akibat hilangnya 1-2 hektar hutan mangrove yang memiliki cadangan karbon sebesar 1.023 MgC/ha.
Di samping itu, kawasan tersebut juga merupakan habitat penting bagi spesies langka dan dilindungi, seperti Elang Bondol (Haliastur indus) yang populasinya diperkirakan kurang dari 25 ekor serta Gajahan Eurasia (Numenius arquata) yang masuk kategori terancam punah.
“Selain itu, pengerukan sedimen sebanyak 3,3 juta meter kubik akan berdampak buruk pada terumbu karang dan padang lamun sebagai sumber pakan penyu. Penyu sendiri termasuk satwa yang dilindungi secara hukum nasional dan internasional,” terangnya.

Di sisi sosial, LMND menyoroti potensi kehilangan akses tangkap hingga 40% bagi nelayan di wilayah Serangan akibat aktivitas kapal LNG yang memerlukan radius manuver besar. Pendapatan 85% dari kelompok nelayan ini sangat bergantung pada keberadaan ekosistem mangrove.
Dampak juga dirasakan sektor pariwisata, dimana keberadaan kapal LNG raksasa sepanjang 278 meter diperkirakan mengurangi nilai estetika dan berpotensi menurunkan jumlah kunjungan wisata.
“Dalam ANDAL dicontohkan untuk Kawasan Wisata Pulau Serangan dengan rata-rata wisatawan 400-600 pengunjung per bulan, diasumsikan akan berkurang hingga 200 pengunjung tiap bulannya,” terangnya
Di samping itu, LMND juga melihat proyek ini juga dinilai berada di wilayah yang rawan bencana, termasuk zona merah tsunami dengan potensi gelombang 4–6 meter berdasarkan data InaRISK BNPB.
Kajian risiko dalam dokumen ANDAL pun disebut belum memenuhi standar internasional seperti yang diatur dalam regulasi COMAH No. 16 mengenai mitigasi risiko industri dan efek domino. Keberadaan proyek di dekat pemukiman padat juga memperbesar risiko keselamatan.

Dirgayusa menambahkan bahwa dari segi hukum, proyek FSRU LNG Sidakarya menimbulkan banyak ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku.
Meskipun berada di zona pelabuhan berdasarkan RZWP3K, infrastruktur pendukung proyek seperti pipa gas LNG melewati kawasan konservasi Tahura yang dilindungi oleh berbagai regulasi, termasuk UU No. 5 Tahun 1990 dan Perda Bali No 16 Tahun 2009. Hal ini dinilai dapat menciptakan kesan bahwa hukum tidak lagi memiliki kepastian.
Sebagai solusi, LMND Bali merekomendasikan relokasi proyek ke wilayah offshore yang lebih aman secara ekologis dan minim konflik sosial. Lokasi tersebut, dengan kedalaman laut alami lebih dari 15 meter, dinilai lebih sesuai untuk kebutuhan FSRU serta berada di luar jalur migrasi mamalia laut.(*)
Laporan : Redaksi