LESTARI BUDAYA

Januari 20, 2025

SUARA AKAR RUMPUT

Ganti Rugi Lahan APL Bendungan Ameroro Diduga Bersumber dari “Keterangan Palsu”, Korban Lapor ke Mabes Polri

3 min read

Konawe, suarapinggiran.com

Lagi-lagi, Kejanggalan Terjadi dalam Proses Pembayaran ganti rugi lahan Dampak Sosial Pembangunan Waduk Ameroro. Hal ini tercium setelah sejumlah sumber berita angkat bicara mengenai dugaan kongkalikong pihak terkait dalam proses pembayaran tersebut di Hotel Claro Kendari, Jumat, (27/12/2024).

Tidak transparannya proses pembayaran dampak sosial PSN ini disinyalir dari fakta tidak adanya pengumuman resmi dari pemerintah dan pihak terkait. Selain itu, nama-nama penerima ganti rugi juga diduga sengaja dirahasiakan untuk menghilangkan jejak manipulasi kepemilikan lahan di APL tersebut.

“Sejumlah nama disebutkan tidak benar-benar memiliki lahan di lahan APL yang telah dibayarkan tersebut, dan kalaupun  penerima benar adalah pemilik lahan maka lahannya pun sudah dikurangi luasanya” Terang seorang narasumber yang merupakan korban dan meminta namanya dilindungi media guna menghindari intimidasi pihak lain. 

Surat keterangan garapan lahan (SKGL) yang di keluarkan pemerintah desa setempat karenanya menjadi sumber kasus. Terlebih setelah penelusuran media ini, diketahui pemilik lahan dan kebun di beberapa titik APL terdampak itu justru tidak diakomodir secara adil dan karenanya tidak menerima ganti rugi. 

“Saya menanam di kebun saya, jadi saya tahu yang benar-benar memiliki lahan di wilayah itu, sebagian besar penerima ganti rugi itu hanya nama saja, tidak benar-benar mereka pemilik lahan yang sebenarnya berkebun disitu” tambahnya.

Atas fakta ini, korban menyatakan dengan tegas adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah desa sebab telah memberikan surat keterangan yang tidak benar dan tidak valid. SKGL atau Surat Keterangan Lahan Garapan yang dikeluarkan pemerintah desa setempat dinilai merupakan bentuk “pemberian keterangan yang tidak benar alias palsu” diatas secarik kertas. 

“Padahal pemilik lahan area bendungan itu semuanya kita tahu, dan sebenarnya sudah ada identifikasi awal tentang orang-orangnya namun yang diberi ganti rugi bukan mereka yang berkebun tapi mereka yang  mendapatkan SKGL yang didominasi oleh kroni-kroninya oknum pemerintah desa” tegasnya lagi.

Ia juga menyayangkan proses penetapan kepemilikan lahan berupa SKGL secara administratif tidak berdasarkan identifikasi hak milik yang tepat. Pemerintah Desa Tamesandi disebut dinilai telah sewenang-wenang membuat SKGL dan cenderung diskriminatif terhadap pemilik lahan.

Tak hanya itu, bahkan sejumlah pemilik sertifikat tanah yang terdampak diketahui tidak sepenuhnya menerima hak atas ganti rugi tersebut. SKGL yang dikeluarkan pemerintah desa diduga menjadi modus operandi guna menyerobot sejumlah luasan di atas tanah bersertifikat tersebut untuk kemudian diberikan kepada oknum tertentu.

Diketahui, salah satu korban yang memiliki sertifikat tanah faktanya tidak sepenuhnya mendapatkan ganti rugi akibat luasan lahan miliknya diduga telah dimanipulasi oknum pemerintah desa. Terlebih pihak korban dalam kisruh ini telah melaporkan dugaan penyerobotan lahan miliknya oleh oknum Pemerintah Desa Tamesandi di Polres Konawe beberapa waktu lalu. 

Atas kejadian ini, sejumlah korban pemilik lahan dan pemilik sertifikat tengah berada di Jakarta untuk melaporkan dugaan kasus tersebut langsung ke Markas Besar (MABES) POLRI dan pihak berwenang lainnya sebagai tindak lanjut upaya pelaporan mereka sebelumnya pada tahun 2023 lalu di Polres dan Polda Sultra.

Pihak Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWS) IV yang dikonfirmasi terkait hal ini pun belum memberikan klarifikasi dari upaya konfirmasi media sejak berita ini diterbitkan. 

Sementara, Pemerintah Desa Tamesandi baik kepala desa maupun sekretarisnya tidak berhasil ditemui media (31/12/2024) sebab sedang tidak berada di kediamannya masing-masing. Konfirmasi via telepon juga tidak membuahkan hasil, sekretaris desa diketahui tidak memiliki nomor kontak, sedang  pesan konfirmasi via WhatsApp kepada Kepala Desa Tamesandi belum mendapatkan balasan.(*)

Laporan : Moh. Asmar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *