Hari ini, Gerakan Buruh Bersama Rakyat Tuntut Cabut UU Tapera, GEBRAK : Sekarang Juga..!!”
3 min readJakarta, suarapinggiran.com –
Hampir satu bulan lebih Peraturan Pemerintah Tentang Tabungan Perumahan Rakyat nomor 21 tahun 2024 ditetapkan oleh rezim Jokowi-Ma’aruf amin. Sebelumnya, PP No 25 Tahun 2020 yang juga telah lebih dahulu ditetapkan atas terbentuk dan disahkannya Undang-Undang No 4 Tahun 2016 Tentang Tapera luput dari pantauan rakyat.
Agenda pengesahan undang-undang yang terlihat agak “kejar target” oleh DPR RI untuk segera dijadikan aturan hukum demi menghimpun uang rakyat secara konteks telah berhasil, namun dalam hal implementasi atau pelaksanaan saat ini dinilai oleh Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) justru menuai respon buruk dari rakyat indonesia hingga berujung pada gelombang aksi penolakan besar dari seluruh elemen gerakan masyarakat sipil.
“Empat tahun berlalu paska diterbitkannya BP Tapera terdapat 2 persoalan besar, yaitu kewajiban kepesertaanbagi seluruh buruh dengan potongan upah untuk iuran paksa sebesar 3%. Kedua, catatan BPK (2021)
menerangkan bahwa sebanyak 124.960 orang dengan jumlah tabungan sebesar Rp567.457.735.810 yang belum menerima pengembalian tabungannya” tegas Rilis resmi GEBRAK, Kamis (27/06/24).
Menurut Celios, meskipun Tapera telah berjalan sejak sekiantahun dan disempurnakan lagi di tahun ini, backlog perumahan masih tinggi (kondisi kesenjangan antarajumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat). Bahkan, dengan dukungan PMN jumbo untuk Bank Tabungan Negara pada tahun 2023, masalah backlog belum sepenuhnya teratasi.
Hal ini menunjukkan bahwa Tapera belum sepenuhnya efektif dalam menyelesaikan masalah ini. Alasan logisnya adalah konsep Tapera sendiri sejatinya tidak menyelenggarakan atau memproyeksikan pembangunan perumahan rakyat, namun lebih kepada menghimpun uang rakyat untuk dikelola dan diinvestasikan pada jenis sektor keuangan seperti ; surat berharga negara, obligasi dan sejenisnya.
Analisis umum dari gerakan masyarakat sipil adalah uang yang dihimpun tersebut erat kaitannya untuk digunakan padapembangunan Ibukota Nusantara (IKN) dan Proyek Strategis Nasional serta program-program rezim selanjutnya.
Diyakini, program Tapera akan menjadi dana segar untuk membayar utang negara. Dana Tapera lebih banyak ditempatkan pada Surat Utang Korporasi dengan besaran 47%. Penempatan lainnya yaitu pada Surat Berharga Negara sebesar 45% kemudian sisanya terdapat di perbankan dan giro.
Gambaran tersebut menunjukan bagaimana pemerintah sebagai pengelola APBN tentu berkepentingan mengelola dana Tapera. Pemerintah dengan mudah dapat menerbitkan SBN yang dibeli oleh badan pemerintah termasuk BP Tapera. Namun, dengan kenaikan BI rate, deposito menjadi lebih menguntungkan dibandingkan SBN. Hal ini menurut GEBRAK bisa menambah beban hutang pemerintah jika bunga SBN dinaikkan untuk menarik investasi. Karenanya, Tapera dinilai sangat berpotensi besar digunakan sebagai program pemerintah mulai dari pembangunan IKN hingga makan siang gratis ke depan.
Artinya kemungkinan dampak dari penetapan kebijakan tapera sendiri berpotensi menimbulkan konflik bagi seluruh sektor masyarakat sipil. Bagi petani, lingkungan, masyarakat adat, masyarakat miskin kota, perempuan akan mengalami perampasan tanah, kerusakan lingkungan, dan penggusuran secara struktural akibat Proyek- proyek PSN yang bisa jadi sumber modalnya dari iuran Tapera.
Bagi kelas buruh akan semakin jauh dari hidup layak karena potongan wajib iuran tapera, asuransi kesehatan dan tenaga kerja (BPJSTK/KS), Pajak Penghasilan, PPN dari barang dan jasa, potongan koperasi, dan lainnya menambah beban yang sangat berat disamping kenaikan upah yang tidak signifikan antara 0,1 hingga 0,3% (berdasarkan PP 51 tahun 2023 Tentang Pengupahan) sehingga kualitas upah semakin jatuh dan biaya hidup semakin tinggi.
Lebih jauh, GEBRAK Menulis Perkembangan terakhir soal Tapera adalah Pemerintah telah menunda kebijakan tersebut, namun disisi lain lembaga pemerintahan seperti kementerian ketenagakerjaan tetap melakukan sosialisasi mengenai tapera dan fakta lainnya adalah berdasarkan PP Nomor 25 tahun 2020 bahwa tapera akan mulai diterapkan pada tahun 2027, artinya bahwa penundaan yang disampaikan oleh negara hanyalah akal-akalan semata untuk menipu rakyat.(*)
Laporan : Redaksi