LESTARI BUDAYA

Oktober 6, 2024

SUARA AKAR RUMPUT

Miris, Begini Nasib Buruh di Morosi

3 min read

Sepertinya, tak ada lagi yang tidak kenal dengan perusahaan besar yang satu ini; PT Virtue Dragon Nickel industri (VDNI). Adalah Badan Usaha milik Swasta, yang begerak di bidang industri pertambangan pengelolaan/pemurnian biji nikel (Smelter) dan beroperasi selama kurang lebih 6 tahun di Kawasan Mega Industri Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe.

Namun siapa sangka jika kebijakan investasi yang digadang-gadang mampu merubah nasib rakyat melalui kehadiran perusahaan itu justru menoreh pilu. Tidak bagi mereka yang berada “dekat dengan api”, dalam lingkar keuntungan ekonomi eksploitasi sumber daya alam itu, tapi bagi mereka yang berjuang keras menafkahi hidup sebagai buruh atau sebagai warga di desa-desa lingkar tambang tersebut. Mirisnya lagi, rakyat kecil dalam kompleksnya kisruh sejak kedatangannya itu, justru diperhadapkan dengan premanisme sebagai tetasan konflik horizontal antar sesama warga, yang sarat dengan adu domba.

“Permasalahan dalam menyuarakan suara kebenaran yang tidak pernah ditanggapi oleh pihak perusahaan, masyarakat selalu dianggap musuh ketika turun di lapangan” keluh Muhummad Adil, dalam pertemuan yang digelar pihak Serikat Buruh Kawasan Industri Morosi (SBKI-M) dengan Jenderal Menejer baru PT VDNI yang dihadiri Kades, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, LSM, Tokoh Pemuda belum lama ini (30/03) di Bondoala.

Penyerahan Lembar Tuntutan Masyarakat Lingkar Tambang kepada Menejer baru PT VDNI

Demikian faktanya, banyaknya permasalahan yang terjadi sejak kehadiran perusahaan itu memicu sejumlah kalangan, organisasi dan tokoh masyarakat untuk angkat bicara. Betapa tidak, konflik kepentingan sampai pada perjuangan hak asasi dipastikan bakal terus terjadi dan menyebabkan ketidaknyamanan jika saja itu justru dijadikan persoalan sepele oleh pihak perusahaan.

Tidak saja menyangkut masih terkatung-katungnya masalah sertifikat tanah yang terjadi di tahun 2013 silam, Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK juga menjadi soal lantaran korban justru dikeluarkan begitu saja dengan sepihak, meski telah berstatus sebagai PKWTT. Belum lagi, mereka yang notabene telah bekerja tahunan dan layak memperoleh status karyawan tetap menurut regulasi justru dibiarkan terombang-ambing tanpa kejelasan.

Menyoal perekrutan tenaga kerja, berbagai kalangan juga melontarkan banyak kritik, saking krusialnya, pihak humas perusahaan bahkan kembali dipertanyakan fungsi dan kinerjanya sebagai fasilitator antar perusahaan dan masyarakat setempat. Tidak saja tentang adanya dugaan suap menyuap dalam prosesnya, informasi tentang perekrutan tersebut cenderung tertutup dan tidak transparan. Bahkan, perekrutan yang dilakukan diduga kuat tidak benar lantaran nama-nama yang telah didata ternyata tak kunjung mendapat panggilan. Walhasil, keran komunikasi yang mestinya terjadi secara harmonis dan humanis tidak pula terbuka.

Hal diskriminatif juga terlihat dan menjadi keluhan buruh disisi yang lain, mulai dari kebijakan insentif yang cenderung menyemai bibit konflik antar sesama karyawan lantaran besaran upah yang diterima antara karyawan training dan karyawan lama relatif sama, sampai pada tidak adanya toleransi absensi bagi buruh muslim yang hendak beribadah, mereka yang menyisipkan waktu untuk menunaikan shalat tetap dianggap tidak hadir alias alpa dalam waktu kerja. Tidak jarang, konflik yang akhirnya memasuki ruang keluarga itu bahkan menjadi penyebab keretakan rumah tangga warga dan buruh.

Belum tuntas disoal itu, perusahaan juga dikritik terkait kurang meratanya program pemberdayaan bagi warga yang dimatikan lahannya akibat aktivitas perusahaan di desa-desa yang terkena dampak. Kompensasi debu, perbaikan infrastruktur jalan dan irigasi, banyaknya makelar tanah dan kejelasan program CSR perusahaan tidak luput dari tuntutan warga.

Meski demikian, Pihak perusahaan dalam momen tatap muka tersebut mengaku, bakal melakukan perbaikan manajemen dan bersedia mengakomodir semua keluhan buruh dan warga-warga desa di lingkar tambang.

Isran, S.Kom, salah satu aktivis Serikat Buruh Kawasan Industri-Morosi (SBKI-M) kepada Jurnalis SUPI menjelaskan, pihaknya akan terus memperjuangkan hak-hak buruh dan masyarakat lingkar tambang dengan lebih konsisten serta mengawal sampai tuntas permasalahan yang telah terlanjur terjadi di kawasan itu.

“Buruh dan masyarakat lingkar tambang harus mendapatkan hak mereka untuk hidup layak dan sejahtera sesuai ketentuan perundang-undangn yang ada, apalagi di kawasan industri ini permasalahan buruh masih belum mampu dipecahkan oleh pihak perusahaan, kami serikat buruh akan terus memperjuangkannya” tegasnya.(*jm)

Isran, S.Kom
Aktivis Serikat Buruh Kawasan Industri -Morosi (SBKI-M)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *