LESTARI BUDAYA

Oktober 5, 2024

SUARA AKAR RUMPUT

Soal Konflik Agraria dan HAM, DPRD Sultra Dinilai Abai

3 min read

Kendari, Suara Pinggiran

Praktek monopoli atas tanah telah sejak lama terjadi. Tak saja soal banyaknya konflik yang terjadi, namun juga semakin tidak jelasnya satu per satu masalah itu bisa terselesaikan. Meski mekanisme regulatif terkait hal itu telah pula tertuang, komitmen kuat dari para pemangku justru menjadi soal selanjutnya.

Di kantor para wakil rakyat Sulawesi Tenggara (DPRD Provinsi.red) suara lantang itu terdengar untuk kesekian kali. Aliansi masyarakat Peduli HAM Sulawesi Tenggara (KPA Sultra, Puspaham, STKS, KBS, KOPHAM, ALPEN Kendari, LBH Kendari dan Forum Masyarakat Uluwanggu) menuntut keseriusan pemerintah dan wakil rakyat menuntaskan kisruh berkepanjangan itu.

“Kami meminta semua pihak yang terkait untuk segera menyelesaikan semua konflik agraria yang ada, sebab hal ini adalah bentuk pemenuhan HAM bagi masyarakat Sultra” Tegas Torop Rudendi, Korwil KPA Sultra kepada suarapinggiran.online, kemarin (12/02/2020)

Momentum Hari HAM Sedunia Sepuluh Desember 2019 yang mereka gelar beberapa pekan lalu itu menegaskan bahwa terjaminnya pemenuhan atas hak dasar rakyat di dalam suatu negeri adalah tanggung jawab penuh dari Negara tak terkecuali para wakil rakyat yang duduk di kursi dewan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Potret buram dari indikasi pelanggaran HAM yang dipicu oleh Konflik Agraria di Sultra itu dapat ditelusur dari sekian kasus yang belum pula mendapat kejelasan. Mulai dari dugaan kriminalisasi petani dan pejuang agraria di Konawe Kepulauan lantaran bersikukuh menolak tambang, konflik berkepanjangan warga transmigrasi di Konawe Selatan, sampai pada soal belum diusut tuntasnya dan tidak ditindak tegasnya pelaku penembakan dua aktivis mahasiswa UHO pada aksi 26 September 2019 lalu.

Mestinya, DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara harus segera mengevaluasi dan melakukan pengawasan pelaksanaan reforma agraria di Sultra. DPRD Provinsi harus mengintruksikan kepada seluruh bupati di Sultra agar segera membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dalam kerangka percepatan pelaksanaan reforma agraria sesuai mandat Perpres 86 tahun 2018 Tentang Reforma Agraria.

“Regulasinya kan sudah ada, mestinya DPRD harus mengevalusi, para bupati juga harus sudah sejak lama membentuk GTRA untuk dalam rangka percepatan pelaksanaan reforma agraria sesuai dengan mandat perpres” ujar Iskandar Wijaya, Korlap Aksi hari HAM itu kepada media ini (13/02/2020)

Sebagai respon pihak DPRD Provinsi Sultra, Muh. Endang, S.Sos, selaku wakil ketua II itu juga telah menjanjikan pihaknya bakal segera menyelenggakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan memanggil semua pihak yang memiliki keterkaitan dengan masalah agraria dan HAM, sembari meminta pihak aliansi segera melayangkan surat resmi permohonan RDP dimaksud.

Sayangnya, sejak tanggal 13 Desember 2019 hingga detik ini, surat yang tertuju kepada institusi yang notabene adalah perkumpulan resmi dari para wakil rakyat itu justru cenderung diabaikan.

“Setelah beberapa hari, kami pun beberapa kali mengecek disposisi surat kami, namun terhitung dari tanggal 13 sampai Februari 2020 belum juga ada kejelasan mengenai tindak lanjut surat yang kami kirimkan” keluh Iskandar Wijaya.

Atas lambatnya respon DPRD Sulawesi Tenggara terhadap surat tersebut, menurutnya adalah bukti DPRD Sultra tidak mengindahkan tanggung jawabnya sebagai lembaga yang mewakili rakyat. Sementara, disisi lain, masyarakat Sultra, khususnya masyarakat yang tengah menghadapi konflik agraria dan pelanggaran HAM sangat mengharapkan DPRD bekerja sungguh-sungguh dalam melaksanakan tanggung jawab dengan komitmen yang kuat terhadap upaya penyelesaiannya.

Dikonfirmasi via telepon, Muh. Endang menegaskan dirinya sama sekali belum menerima surat tersebut. Menurutnya, Bisa jadi alamat yang tertuju tidak langsung kepada dirinya namun hanya tertuju kepada Ketua DPRD Provinsi Sultra.

“Belum ada surat itu saya terima, saya sudah cek juga di staf saya, tapi belum ada. Mungkin surat itu tertuju ke ketua, jadi saya kurang enak kalau mengambil suratnya ketua. Baiknya surat itu tertuju ke Pimpinan DPRD, dan dibawahnya bisa ditulis nama lengkap saya, sebaiknya begitu saja, supaya kita cepat RDP” tuturnya kepada suarapinggiran (13/02/2020).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *