Temukan Kasus Malnutrisi, PoskoHAM : Potret Buram Pemenuhan Hak Kesehatan, Pemda Konawe Harus Bertanggung Jawab
2 min readSuara Pinggiran – Konawe
Masih adanya kasus Malnutrisi/Gizi kurang dan gizi buruk pada balita, menjadi pertanyaan tidak saja terkait implementasi kebijakan dan program pemerintah di sektor kesehatan khususnya dalam penanganan malnutrisi dan stunting di daerah-daerah, namun juga menjadi persoalan terkait penghormatan dan pemenuhan hak setiap individu termasuk balita dalam persfektif HAM.
Hal ini diungkapkan Ketua PoskoHAM, Jumran, S.IP kepada media ini setelah pihaknya menemukan kasus malnutrisi seorang balita yang diketahui sedang menjalani perawatan di RSUD Konawe akibat Pneumonia/radang paru-paru dimana hal tersebut dipicu oleh kondisi balita yang mengalami kekurangan gizi dalam waktu lama.
Malnutrisi atau disebut juga ketidakseimbangan gizi terjadi ketika balita tidak mendapatkan asupan energi dan nutrisi yang cukup dalam jangka waktu lama. Malangnya, kondisi tersebut dialami M. Arsyid (balita laki-laki usia 8 bulan) yang diduga mengalami gizi buruk hingga menyebabkannya menderita stunting.
Sejak terlahir prematur dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yang hanya mencapai 1,7 Kg saja, balita dari pasangan AS Dan SM ini berjuang keras melawan komplikasi penyakit ditengah keterbatasan ekonomi orang tuanya yang hanya berprofesi sebagai buruh tani.
Berdasarkan kurva pertumbuhan yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia (WHO), Umumnya berat ideal bayi 8 bulan berjenis kelamin laki-laki adalah 7–10,5 kg, dengan panjang 66,5–74 cm. Sementara itu, dalam kasus M. Arsyid diusianya yang telah mencapai 8 bulan hanya memiliki BB 5 Kg dan PB 46 cm.
Selain itu, ketentuan balita gizi buruk menurut Permen Kesehatan No. 29 tahun 2019, kondisi fisik M. Arsyid secara keseluruhan masuk dalam kategori tidak normal alias gizi kurang.
Padahal, sesuai penulusuran PoskoHAM terhadap data alokasi anggaran pemberian makanan tambahan (PMT) untuk ibu hamil dan balita kurang gizi di setiap puskesmas kecamatan itu mencapai 200 juta lebih diluar anggaran penanganan Stunting melalui dana desa.
Karenanya, pihak PoskoHAM meminta Pemerintah daerah Kabupaten Konawe untuk bertanggung jawab dan menangani kasus ini hingga selesai. Disamping itu, PoskoHAM juga meminta Pemda lebih fokus mengimplementasikan regulasi yang ada terlebih menyangkut penyelenggaraan penanggulangan stunting dan masalah gizi bagi Anak akibat penyakit dimana hal tersebut mesti dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan.
Menurut Jumran, Selain berdasar pada ketentuan regulatif UU No. 39 tahun 1999 tengah HAM, Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, hal tersebut mutlak dilaksanakan sebagaimana amanah Peraturan Menteri Kesehatan No. 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak akibat Penyakit tepatnya pada pasal 2 (dua) ayat 1 (satu).
“Pemerintah daerah kabupaten Konawe harus bertanggung jawab, itu amanat konstitusi, amanat Permen Kesehatan, amanat UU HAM, terlebih jika dalam kenyataannya terdapat kasus malnutrisi seperti ini, tindakan preventif butuh bukti, bukan butuh seremoni” tegasnya.
Faktanya, dalam dua tahun terakhir, Provinsi Sulawesi Tenggara benar telah berhasil menurunkan prevalensi stunting dari 31,4 persen menjadi 27,7 persen pada 2022 berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI).
Namun, merujuk pada Rilis BKKBN Provinsi Sultra, Kabupaten Konawe adalah salah satu kabupaten selain Muna, Bombana, Wakatobi, Buton Utara, dan Muna Barat, yang diakui perlu mendapat perhatian khusus lantaran kasus stuntingnya justru mengalami peningkatan.(*)