LESTARI BUDAYA

Februari 15, 2025

SUARA AKAR RUMPUT

Partai PRIMA dan STN Harap Pemerintahan YA SYAM Bentuk Dewan CSR Konawe

3 min read

Oplus_0

Unaaha, suarapinggiran.com –

Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Konawe sebagai salah satu partai pendukung Bupati dan Wakil Bupati Konawe terpilih 2025-2030 berharap kepada pemerintah YA SYAM agar membentuk Dewan TSLP (Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan) sebagai bagian dari program 100 hari kerja mereka. 

Sebagaimana Serikat Tani Nelayan (STN) Konawe, salah satu organisasi pendiri partai PRIMA, pada tahun 2018 lalu melalui MoU telah berhasil menyalurkan TSLP atau Corporate Social Responsibility (CSR) itu dari PT VDNI dan OSS kepada petani-petani lingkar industri Morosi sebagai wujud pertanggung jawaban dan lingkungan perusahaan smelter terhadap mereka yang terdampak secara langsung di kawasan itu.

Penyaluran CSR PT VDNI dan OSS di lingkar Industri Morosi melalui Serikat Tani Nelayan (STN)

Urgensi Dewan CSR ini, sebagaimana dikatakan Ketua PRIMA Konawe, Jumran, S.IP, adalah tidak saja menyangkut pemenuhan kewajiban hukum perusahaan dan posisi strategis pemerintah daerah, namun terpenting adalah pemenuhan hak asasi warga terdampak.

“Kerangka berfikir tentang CSR tidak mesti menyangkut pertanggung jawaban regulatif perusahaan saja, atau peran pemerintah daerah didalamnya. Tapi terpenting menyangkut hak asasi petani, nelayan dan warga lingkar industri pada umumnya, mereka adalah yang berhak menerima secara langsung dampak aktivitas Mega industri itu” tukasnya, kemarin (20/01/2025)

Ruang lingkup CSR sendiri, paparnya, bisa meliputi bantuan dana sebagai kompensasi perusahaan, perbaikan tingkat kesejahteraan sosial, pemulihan, peningkatan fungsi lingkungan hidup dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis kerakyatan yang selaras dengan visi dan misi perusahaan dan Pemerintahan YA SYAM

Regulasi CSR

Tanggung jawab sosial perusahaan sendiri telah diatur dalam Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Disebutkan, perusahaan yang menjalankan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Selain itu, dalam PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, ditegaskan bahwa program CSR harus dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Urgensi selanjutnya, ungkap Jumran, adalah fakta disparitas ketentuan perundangan-undangan dan peraturan tersebut diatas dengan kenyataan di lapangan, dimana prinsip-prinsip yang termaktub didalamnya justru seringkali diabaikan dan tidak terpenuhi, terlebih menyangkut transparansi pengelolaan dan penyaluran CSR.

Sebab lanjutnya, kasus korupsi CSR faktanya berbanding lurus dengan peningkatan besaran anggaran pada setiap tahunnya. Dana hak rakyat ini kerap menjadi kue kekuasaan politik dan bisnis yang didistribusikan hanya pada internal pemerintah dan perusahaan saja.

“Dewan CSR ini menjadi penting sebab akan menjadi wadah kontrol dan evaluasi pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan oleh mereka yang berwenang, jika tidak kita hanya membuka peluang manipulasi anggaran dan memperpanjang deretan kasus korupsi” tegasnya

Kewenangan Dewan CSR

Dewan CSR Ini karenanya, tidak saja didesain untuk menentukan kebijakan mengenai tata cara yang terkait pelaksanaan CSR dan menentukan prioritas program sebagai acuan pelaksanaannya, namun juga mengatur sistim pengawasan program pelaksanaan CSR mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring, evaluasi dan rekomendasi.

“yang terpenting Dewan CSR ini berwenang memberikan rekomendasi kepada bupati untuk memberikan teguran bahkan sanksi administratif bagi perusahaanyang tidak melaksanakan program CSR” tambahnya

Payung hukum berupa Peraturan Daerah tentang CSR menjadi hal yang mutlak guna melegitimasi kepentingan itu. Selain dengan jelas menentukan struktur KSB dan Keanggotaan Dewan CSR, didalam perda tersebut mesti memuat pasal sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan apenanaman modal serta

pencabutan izin kegiatan usaha bagi perusahaan yang terbukti melanggar ketentuan yang ada.

“Setidaknya Dewan CSR ini mesti berjumlah 15 orang dan tidak harus terdiri terdiri atas unsur pemerintahan saja, namun juga mesti melibatkan perusahaan, NGO, media, akademisi dan masyarakat yang ditetapkan dengan keputusan bupati” tutupnya.(*)

Laporan : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *