Agung, Sendiri Terlantar Sakit Di Gubuk Ladang
3 min read
Himpitan ekonomi telah lagi menyisakan pilu. Setelah kemiskinan menggerogoti kehidupan keluarga, giliran si anak terisak tangis di dalam gubuk. Memanggil-manggil kasih sayang, diantara langkah orang tuanya yang pergi meninggalkannya sendiri.
Jauh dari perkampungan, kenyataan ini berawal. Diantara bukit-bukit gersang dan teriknya matahari, jalan setapak menuntun langkah dan perasaan kedalam suasana kering, hingga tepat di gubuk itu, kehausan yang justru terlihat.
Bukanlah rombongan yang sebenarnya ingin meneguk air, namun si bocah laki-laki itu yang rindu dekapan ayahnya. Pula ia kehauasan kasih sayang ibu, yang tak pernah hendak melihatnya riang bahagia.
Agung, sapaannya, anak laki-laki yang bertubuh kecil itu nampak buncit dan tak mampu berdiri kuat meski usianya telah mencapai tujuh tahun. Terlahir dari keluarga kurang mampu dan terlantar dari ibu yang melahirkannya. Di gubuk jauh dari perkampungan Desa Pudahoa Kecamatan Mowila Konawe Selatan ini Agung kerap sendiri, hanya dibekali sepiring ubi agar tak kelaparan ketika ayahnya bergegas pergi bekerja mencari penyambung hidup.

Ayahnya, Made Mulyono adalah seorang muallaf. Bekerja sebagai petani diladang pinjaman dengan penghasilan yang minim pula. Sampai akhirnya tak lagi bersama istri, keluarga kecil itu retak lalu terpisah ditengarai persoalan ekonomi yang terus menghimpit membelenggu.
“Bapak dari anak itu kerjanya bertani diladang orang maksudnya dia pinjam dan dia olah, jadi kondisi ekonominya juga termasuk miskin” ungkap Hadu seorang warga kepada suarapinggiran.online (28/08) kemarin.

Karenanya, hingga dipernikahan kedua, rumah tangga yang coba dibangun lelaki paruh baya itu juga porak-poranda dibentur ketidakberdayaan ekonomi yang enggan pergi dari kehidupan keluarga mereka.
Naas justru menimpa Agung kala itu, tindak kekerasan kerap dialami dari ibu tirinya hingga hanya bisa menangis saat harus dikurung dalam kandang ayam untuk kesekian kali karena kekesalan.
Perlakuan tak pantas terhadap Agung ini akhirnya menjadi kasus setelah adanya laporan warga kepada pemerintah di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Konawe Selatan di tahun 2017 lalu.
“Jadi anak ini sebenarnya telah diterlantarkan, karena mestinya dia mendapatkan hak-haknya sebagai anak. Sebelumnya di tahun 2017 lalu sewaktu bapak ini belum cerai dengan istri keduanya sudah pernah kami tangani karena laporan warga anak ini diterlantarkan tidak mendapat perhatian, pembinaan pihak kami itu dengan membuat surat pernyataan agar orang tua si anak ini tidak mengulangi tindakan itu” tukas Dra. Yuliana, MM. Saat menjelaskan upaya mereka selaku pihak dinas terkait kepada jurnalis media ini (28/08).
Pasca perceraian mereka, Agung bersama ayahnya berpindah domisili dari Desa Wonuakongga dan menjadi warga Desa Pudahoa tempat mereka saat ini. Kesendirian Agung di gubuk ladang tanpa perhatian maksimal dari orang tuaya selama ini menjadikan Agung jatuh sakit. Ia yang diusia tujuh tahun belum mampu berbicara dan berjalan itu akhirnya hanya bisa menangis saat tak ada seorangpun yang menemaninya di dalam gubuk.

“Diusia seperti anak ini mestinya sudah sekolah, artinya dia mendapatkan haknya, tidak diterlantarkan, tetapi karena faktor kesehatan dan ekonomi anak ini akhirnya seperti ini, jadi kami bersama-sama turun menyelesaikan hal ini, dan kami berharap kedepan tak ada lagi kasus serupa” tambahnya lagi.

Kini, atas perhatian pemerintah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Kesehatan dan beberapa stakeholder lainnya di Konawe Selatan, Agung telah mendapatkan pertolongan medis dan ditempatkan di rumah singgah milik dinas bersama ayahnya untuk dilakukan perawatan dan perhatian lebih serius. (*)
